Lima ekor orangutan di Abdya terancam keselamatannya

Orangutan yang disita polisi dari tersangka. (Metrotvnews)

Blangpidie (KANALACEH.COM) – Lima ekor Orangutan Sumatera (Pongo abelii) yang hidup di kawasan hutan rawa Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), terancam keselamatannya setelah lahan milik negara itu dialihfungsikan menjadi areal perkebunan kelapa sawit.

Abdurahman, salah seorang buruh kebun kelapa sawit di Blangpidie Kamis (1/9) mengatakan, kelima orangutan yang segera diselamatkan tersebut saat ini berada di hutan rawa, Desa Persiapan Simpang Gadeng, Kecamatan Babahrot, tepatnya di kawasan Krueng Itam.

Kata dia, kelima orangutan yang hidup di kawasan tersebut saat ini ruang geraknya sudah semakin sempit dan perlu segera diselamatkan dengan cara dievakuasi kemudian dipindahkan ke kawasan hutan lain.

“Kalau tidak segera dipindahkan, semua orangutan itu keselamatannya terancam, apalagi terlihat sudah kurus-kurus, mungkin selama ini kekurangan makanan, sehingga berimbas pada kesehatan akibat ruang geraknya yang sempit,” ujar dia.

Sempitnya ruang gerak, lanjut dia, tidak hanya berimbas pada kekurangan makanan ataupun kesehatan, akan tetapi, satwa langka tersebut bisa jadi diburu oleh manusia, apalagi orangutan itu memiliki anak kecil.

“Dari lima ekor itu, satu di antaranya masih kecil. Dua jantan dan dua ekor lagi betina. Semua terlihat kurus-kurus, mungkin sudah kekurangan makanan karena ruang geraknya sudah sempit,” tuturnya.

Disinyalir, tidak sedikit orangutan yang hidup di kawasan hutan rawa Babahrot mati akibat kelaparan ataupun diburu manusia pasca terjadinya pengalihan fungsi lahan beberapa tahun silam.

Terbukti, orangutan peliharaan warga Blang Raja, Kecamatan Babahrot yang telah berhasil disita oleh petugas sekitar sebulan lalu itu merupakan orangutan jenis betina yang berasal dari hutan rawa Babahrot.

Hampir semua masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut, mengetahui kalau orangutan sebelumnya banyak ditemui di kawasan hutan rawa tersebut. Apalagi, lahan milik negara itu luasnya mencapai ribuan hektare, mulai dari Kecamatan Kuala Batee hingga Kecamatan Babahrot.

Kawasan yang berdampingan dengan rawa tripa itu, dahulunya sangat hijau karena ditumbuhi oleh aneka ragam jenis pohon termasuk meranti. Pohon-pohon yang tumbuh subur di rawa-rawa tersebut dibabat yang kemudian dilakukan pengeringan.

Program pengeringan tersebut merupakan produk pemerintah daerah untuk membuka lahan perkebunan. Jutaan bibit kelapa sawit hingga dana landclering disalurkan untuk proses pembersihan agar bisa ditanami tanaman tersebut.

Memang, program perkebunan itu tergolong sukses. Terbukti, ribuan hektare hamparan hutan rawa yang terbentang luas di Kecamatan Babahrot dan Kuala Batee, saat ini sudah ditumbuhi tanaman sawit, bahkan sebagiannya sudah berproduksi.

Dari ribuan hektare hutan rawa tersebut, yang tersisa saat ini hanya sekitar 5 hektare lagi di kawasan Desa Persiapan Simpang Gadeng, tepatnya di daerah Krueng Itam. Sisa itupun terus dirambah tanpa menghiraukan rusaknya kehidupan orangutan dan satwa lainnya.

Oleh karena itulah, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh diharapkan untuk segera menurunkan petugas melakukan evakuasi terhadap satwa dilindungi negara itu. Karena, lahan tempat satwa itu berlindung terus dirambah oleh manusia demi mencari kekayaan.

Kepala BKSDA Aceh Selatan, Andoko, saat dihubungi berjanji dalam waktu dekat ini pihaknya segera menurunkan tim untuk melakukan cros cek keberadaan orangutan tersebut.

“Insyaallah, dalam waktu dekat, saya perintahkan anggota turun ke lapangan untuk melakukan cros cek jumlah orangutan di kawasan itu, dan bila benar kawasan hutan rawa itu sudah menyempit, maka segera diambil langkah-langkah penyelamatan orangutan,” katanya. [Antara]

Related posts