BPMA dan Unsyiah teken MoU

(ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menandatangani nota kesepahaman (MoU) di Balai Senat Unsyiah, Rabu (9/11). MoU tersebut tentang Keikutsertaan Perguruan Tinggi di Aceh dalam Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kewenangan Aceh.

MoU yang ditandatangani oleh Kepala BPMA, Marzuki Daham bersama Rektor Unsyiah, Prof Dr Ir Samsul Rizal MEng itu disaksikan oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Universitas Samudera (Unsam) Langsa, Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Universitas  Malikussaleh (Unimal) dan Politeknik Lhokseumawe.

Kepala BPMA, Marzuki Daham mengatakan, MoU ini seharusnya sudah lama ada, tapi dulu belum ada kewenangan. Kemudian Unsyiah mungkin sudah pernah bekerja sama dengan beberapa perusahaan migas di Indonesia, tapi sebatas penyaluran bantuan seperti fasilitas laboratorium atau beasiswa.

“Itu  masih kurang. Di tempat lain bukan sebatas bantuan demikian. Tapi juga mencakup kerja sama di bidang bidang teknis, manajemen, ekonomi, dan lain-lain,” katanya.

Marzuki menuturkan, banyak bidang kerja sama yang bisa dikerjakan antara BPMA dengan perguruan tinggi. Jadi, bukan sekedar di bidang teknik, tapi banyak bidang studi yang diperlukan ke depan. Pada tahap awal ini, fokus utama BPMA adalah rekrutmen. Proses rekrutmen nantinya akan diserahkan sepenuhnya ke pihak universitas.

“Dunia industri dengan dunia pendidikan tak bisa dipisahkan. Untuk improvement kita perlu dari dunia pendidikan guna mengkaji tantangan-tantangan atau masalah yang dihadapi industri,” tuturnya.

Ia berharap, kerja sama antara dunia pendidikan dan industri akan menguntungkan kedua belah pihak. Mahasiswa yang terlibat di lapangan nantinya dapat melihat kondisi riil di industri. Sedangkan pihak industri juga akan mendapatkan benefit berupa improvement.

Sementara itu, Rektor Unsyiah berharap kerja sama ini nantinya bisa menghidupkan kembali industri di Aceh yang sempat berhenti. Kerja sama ini dapat menjadi solusi untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan yang tinggi di Aceh. Unsyiah bersama seluruh perguruan tinggi di Aceh harus turut bertanggung jawab atas mundurnya sektor industri di Aceh.

“Pihak kampus perlu ikut andil dalam menyelesaikan persoalan migas di Aceh. Namun sejauh ini Unsyiah sudah berkontribusi untuk proses evaluasi di industri-industri migas, seperti di Pertagas dan Medco. Unsyiah mampu melakukannya,” tegas Prof Samsul.

Ia meminta agar pihak industri memberikan kepercayaan kepada perguruan tinggi yang ada di Aceh untuk terlibat dalam proses pengelolaan migas di Aceh. Apalagi di Unsyiah sudah tersedia lebih dari 400 doktor dan di UIN Ar-Raniry lebih dari 200 doktor.

“Berikan kepercayaan kepada pihak kampus. Lalu kami akan berusaha menghasilkan produk yang diinginkan pihak industri,” paparnya.

Rektor Unsyiah menambahkan, meskipun MoU ini hanya berlangsung antara Unsyiah dengan BPMA, tapi Unsyiah tetap akan melibatkan perguruan tinggi lain yang ada di Aceh untuk kerja sama ini.

“Selain itu, perlu diingat bahwa bekerja di Aceh lebih aman dari pada bekerja di tempat lain. Orang Aceh adalah orang yang paling terbuka dan gentleman. Jadi jangan takut bekerja di Aceh,” tekannya.

Mengenai rekrutmen tenaga BPMA, lanjut Prof Samsul, Unsyiah akan merekrut secara terbuka. Rekrtumen perlu mengutamakan putera-puteri daerah yang memiliki kemampuan. Meskipun nantinya juga diterima tenaga kerja dari luar daerah Aceh apabila tidak tersedianya tenaga lokal.

“Pihak industri perlu melibatkan masyarakat lokal yang mempunyai kapasitas. Jangan buat alasan untuk menolak mereka yang mampu. Itu yang tak bisa diterima,”pungkasnya.

Acara tersebut juga dihadiri perwakilan SKK Migas, Ketua IKA Unsyiah, serta beberapa industri migas, antara lain Medco Energi, Pertamina, dan lain-lain. [Randi/rel]

Related posts