Menlu sampaikan hal ini ke Aung Dan Suu Kyi

100 negara lebih dukung Indonesia masuk Dewan Keamanan PBB
Menlu RI, Retno Marsudi. (Kompas)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengundang Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi, ke Myanmar, Selasa (6/12).

Undangan bersifat khusus ini bertujuan untuk membahas perkembangan masalah Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine.

Menlu dijadwalkan berangkat dari Jakarta pada Selasa pukul 09.00 WIB dan sampai di ibu kota Myanmar, Naypyidaw pada sore hari.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengatakan, Menlu akan bertemu langsung dengan Suu Kyi dan melakukan pembicaraan empat mata.

Ada sejumlah poin penting yang akan disampaikan Menlu saat bertemu dengan Suu Kyi.

“Pertama, Indonesia ingin terus mendorong pembangunan yang inklusif di Myanmar. Indonesia siap memberikan bantuan untuk itu, tidak hanya bantuan fisik, tetapi juga kapasitas,” kata Arrmanatha  kepada Republika di Jakarta, Senin (5/12).

Kedua, Indonesia akan mendorong Myanmar untuk memberikan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Ketiga, Indonesia juga akan meminta Myanmar mengambil kebijakan yang mendukung pluralisme dan kebinekaan, dengan mencontoh Indonesia.

Dalam masalah krisis kemanusiaan yang melanda Myanmar saat ini, Indonesia juga ingin menjadi negara yang terus mendukung Myanmar melakukan yang terbaik. Indonesia ingin mencari solusi tanpa berkoar-koar.

Sebagai negara Muslim terbesar, Indonesia bisa mengatur posisi sehingga Myanmar akan merasa nyaman menjalani diplomasi. Lebih lanjut, dia menjelaskan, undangan dari Suu Kyi merupakan hasil dari rangkaian proses diplomasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

Menlu telah melakukan langkah yang sesuai dengan arahan yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden dengan segera memberikan instruksi kepada Menlu setelah masalah Muslim Rohingya mulai berkembang di Myanmar, sejak 9 Oktober lalu.

Setelah berbicara dengan Suu Kyi, Menlu Retno juga dijadwalkan bertemu dengan beberapa duta besar di Myanmar.

“Dia (Suu Kyi) meminta kesediaan Ibu untuk hadir keNaypyidaw. Dia mengatakan, akan menyampaikan secara langsung dan menginformasikan mengenai keadaan sebenarnya di Myanmar, dan rencana apa yang akan dilakukan oleh Myanmar,” ujar Arrmanatha.

Pada awal November saat keadaan di Rakhine semakin memanas, Pemerintah Myanmar mengundang tujuh duta besar negara asing yang ada di Myanmar untuk melihat sendiri keadaan di Rakhine. Negara-negara itu, di antaranya Amerika Serikat, Uni Eropa, Turki, Cina, India, Mesir, Indonesia, dan perwakilan PBB.

Indonesia merupakan satu-satunya negara anggota ASEAN yang turut diundang oleh Pemerintah Myanmar dalam pertemuan itu. Namun, laporan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Ito Warsito, justru menyatakan, apa yang terjadi di Rakhine tidak sepenuhnya diberitakan secara benar oleh media.

Keadaan di Rakhine memang tidak stabil, tapi semua pemberitaan yang ada, belum semuanya terbukti oleh para duta besar yang diminta melihat langsung keadaan sebenarnya.

Setelah Duta Besar RI dipanggil oleh Pemerintah Myanmar, Pemerintah Indonesia juga mengundang Duta Besar Myanmar di Jakarta untuk berdialog.

Indonesia sebagai negara Islam terbesar menyampaikan kekhawatiran terhadap keadaan Muslim Rohingya di Myanmar. “Kita mengambil langkah untuk merangkul Myanmar. Di luar orang boleh ribut, tapi diplomasi kita terus bekerja,” kata Arrmanatha.

Situasi terkini
Situasi terkini di Rakhine, terutama di Maungdaw, belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Seperti dilansir Rohingya Vision, lebih dari selusin Muslim Rohingya dianiaya militer Myanmar. Pasukan Penjaga Perbatasan Myanmar (BGP) tanpa pandang bulu menembaki perahu yang berisi Muslim Rohingya, Ahad (4/12).

Perahu itu berusaha menyeberangi perbatasan Myanmar-Bangladesh. Berdasarkan informasi yang dihimpun, terdapat bayi yang menjadi korban tewas.

Sebagian besar korban dilaporkan berasal dari Desa Raimmabil. Hingga detik ini, militer Myanmar terus melancarkan serangan kepada Muslim Rohingya di utara Maungdaw.

Mereka melakukan pembunuhan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, dan pemerkosaan massal. Tidak hanya itu, bantuan kemanusiaan dari PBB ataupun negara-negara ASEAN belum diizinkan masuk.

Dari Bangladesh dilaporkan, sebuah perahu yang berisi 35 pengungsi Muslim Rohingya terbaik di Sungai Naf, bagian Myanmar, Senin (5/12) waktu setempat. Nelayan lokal Teknaf, sebuah daerah di dekat Cox’s Bazar, Bangladesh, menyelamatkan dua orang korban.

Seperti dilansir Dhaka Tribune, seorang nelayan setempat bernama Suman, bersama rekan-rekannya, menyaksikan perahu tenggelam. Mereka kemudian menyelamatkan dua orang yang sedang berenang menuju batas maritim Bangladesh.

Salah satu korban, Rehana Begum, membenarkan perahu itu membawa 35 pengungsi Muslim Rohingya. Mereka mencoba memasuki Bangladesh.

Sementara itu, keikutsertaan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dalam aksi mengkritik kekerasan terhadap Muslim Rohingya, Ahad (4/12), menuai protes di Myanmar. Kemarin, sebanyak 150 biksu berkumpul di Sule Pagoda, Yangon.

Mereka memprotes ucapan Najib yang menuding telah terjadi genosida di Rakhine. Para biksu beraksi di ruas-ruas jalan utama ibu kota Myanmar sambil membawa poster berisikan permintaan agar Najib tidak mencampuri urusan internal Myanmar.

Dalam pidatonya, Najib menuding telah terjadi genosida terhadap Muslim Rohingya. Untuk itu, dia pun meminta negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, menyikapi permasalahan ini. Deputi Direktur Jenderal Kantor Presiden Myanmar U Zaw Htay kepada Myanmar Times mengatakan, Pemerintah Myanmar akan mengeluarkan tanggapan berisi keberatan secara resmi terkait partisipasi Najib dalam aksi tersebut.

Menariknya, ketegasan PM Malaysia pada 2016 mirip dengan sikap Indonesia pada 2012. Ketika itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan mengutus Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI), yang kini menjabat sebagai wakil presiden, yaitu Jusuf Kalla untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya.

Kini, giliran Malaysia melalui Najib yang mengajak Indonesia menyikapi permasalahan tersebut. Akan tetapi sampai sekarang, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Joko Widodo terkait situasi Rohingya. Pernyataan baru disampaikan Kementerian Luar Negeri dan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar. [Republika]

Related posts