Unsyiah peringati 12 tahun tsunami dengan kajian gempa Pijay

Diskusi kajian gempa Pidie Jaya. (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM)  – Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) memperingati bencana tsunami Aceh ke-12 tahun dengan pengkajian gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya (Pijay). Kajian tersebut diselenggarakan dalam bentuk diskusi publik bertajuk “Patahan yang Terlupakan, Akankah Tsunami Juga Terlupakan? Kegiatan ini berlangsung di Gedung TDMRC Unsyiah, Ulee Lheu, Banda Aceh (24/12).

Diskusi publik tersebut menghadirkan Marthunis selaku Kepala Bidang Perencanaan Ekonomi dan Ketenagakerjaan BAPPEDA Aceh, Azhari Aiyub dari Komunitas Tikar Pandan, Risma Sunarty selaku Badan Penanggulangan Bencana Aceh, serta Dr Muksin Umar dan Dr Yunita Idris dari TDMRC Unsyiah.

Ketua Panitia Diskusi Publik, Agus Nugroho mengatakan, diskusi ini bertujuan untuk memupuk ingatan dan kesadaran jangka panjang akan bencana tsunami 12 tahun silam dan gempa bumi Pijay 2016.

“Sekaligus sebagai sarana diseminasi hasil kaji cepat yang penting untuk disampaikan kepada masyarakat luas,” katanya.

Dikatakan, seharusnya, pengalaman tsunami yang lalu memberikan pelajaran bagi masyarakat dan pemangku kebijakan untuk memperhatikan aspek bencana dalam pembangunan infrastruktur dan pemukiman di Aceh. Namun Gempabumi Pidie Jaya 2016 memberikan evaluasi bahwa kita belum sepenuhnya siap terhadap bencana di masa datang.

“Kegiata ini juga menyajika hasil-hasil riset mutakhir kaji cepat terkait gempabumi Pidie Jaya 2016 dari tim kaji cepat Unsyiah,” ujar Agus.

Sementara itu, Dr Muksin Umar dan Dr Irwandi dari TDMRC Unsyiah, memaparkan kompleksitas jalur gempa (sesar) yang ada di Aceh perlu ditangani dengan penelitian intensif.

Saat ini, Tim Geohazards TDMRC Unsyiah bekerjasama dengan berbagai pihak telah memasang sejumlah seismometer untuk pemetaan gempabumi yang lebih baik di Aceh. Ada sekitar 28 titik seismometer yang saat ini dipasang hingga 3 bulan ke depan.

“Kita harap hasil diskusi ini dapat disebarluaskan serta dirangkum menjadi sebuah rumusan rekomendasi kebijakan (policy brief),” ungkap Muksin.

Menurutnya, salah satu policy brief yang ditekankan adalah sesuai dengan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR). Dengan demikian, akan lahir upaya untuk mitigasi bencana di Indonesia dan dapat memperkuat capaian keilmuan dan teknologi mitigasi bencana di Indonesia.

Selama diskusi berlangsung disebutkan, kegagalan struktur bangunan di kawasan terdampak gempabumi ternyata juga berasal dari kontribusi dari cara membangun bangunan di kawasan ini. Masalah yang ditemukan, antara lain pembesian yang tidak tepat, kurangnya kualitas beton, bentuk bangunan yang tidak simetris, dan pemasangan pipa paralon ke dalam tiang beton.

Kerusakan bangunan lain juga ditunjukkan akibat beratnya massa bangunan atas, seperti yang terjadi pada beberapa mesjid yang runtuh dan pertokoan. Diskusi publik menggabungkan isu tsunami 2004 dan gempa bumi di Pidie Jaya 2016. [Aidil/rel]

Related posts