Sidom Peng jelaskan tentang perjuangan GAM di Matang Sijuek

Sidom Peng jelaskan tentang perjuangan GAM di Matang Sijuek
(ist)

Lhoksukon (KANALACEH.COM) – Calon Wakil Bupati Aceh Utara, Fauzi Yusuf alias Sidom Peng menjelaskan tentang perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat Aceh masih bergolak konflik dengan Indonesia.

Selain menuntut kemerdekaan demi kemakmuran rakyat, persoalan Syariat Islam juga merupakan hal yang dituntut untuk ditegakkan kala itu.

Hal tersebut diungkapkannya dihadapan ratusan masyarakat saat menghadiri undangan pada acara dakwah memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di komplek dayah Babul Khairat Matang Sijuek, Kecamatan Baktiya Barat, Minggu (5/2).

Menurutnya, di daerah Matang Sijuek merupakan lumbung tokoh-tokoh perjuangan GAM yang hebat, seperti almarhum Sayed Adnan dan beberapa tokoh lainnya yang merupakan alumni Akademi Militer Masabah Al-Alamiah Tripoly Libya. Karena itu, kata Sidom Peng, saat Aceh masih dibalut konflik di daerah tersebut menjadi daerah yang sangat diperhitungkan oleh TNI untuk mencari pasukan GAM untuk ditangkap.

“Kawasan ini banyak melahirkan tokoh-tokoh GAM hebat, mari kita melanjutkan perjuangan demi kemakmuran rakyat melalui Partai Aceh yang merupakan hasil dari perjanjian damai, jangan kecewakan mereka yang rela kehilangan nyawanya demi kita,” ungkapnya.

Dikatakannya lagi, kala itu saat Aceh diterapkan darurat militer dan darurat sipil tidak ada tokoh-tokoh Aceh di Jakarta yang meminta untuk menghentikannya. Sehingga, sangat banyak rakyat Aceh yang menjadi korban saat konflik terjadi di tanah Aceh. Sekarang, tambahnya, pulang ke Aceh memberikan janji-janji untuk melakukan perubahan bagi Aceh.

“Padahal saat itu kita masyarakat Aceh tidak meminta uang ataupun makanan sama mereka, kita hanya ingin mereka menyuarakan atas nyawa kita yang ditindas saat konflik, tapi nyatanya apa?,” ujarnya.

Pasca perdamaian di Aceh lahir dinas Syariat Islam, dengan demikian kata Sidom Peng, perjuangan GAM saat itu juga untuk menegakkan Syariat Islam di Aceh yang sudah menjadi kultur yang memang tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat Aceh. [Rajali Samidan]

Related posts