DPRA diminta lebih proaktif perjuangkan UUPA

dr Pur: KPU saja berani, kenapa KIP di Aceh tidak
Ilustrasi UUPA. (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Polemik mutasi yang dilakukan oleh Gubernur Aceh terhadap 33 SKPA di lingkungan pemerintah Aceh dengan acuan UU Pemerintah Aceh menuai kontroversi dikalangan lembaga.

Direktur yayasan advokasi rakyat Aceh (YARA), Safaruddin meminta Pemerintah pusat menghormati kekhususan UUPA yang berlaku di Aceh dan DPR Aceh lebih proaktif dalam memperjuangkan UUPA, Seperti UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh pada Pasal 100, 119. Kemudian Qanun Aceh nomor 15/2012 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis daerah, dan lembaga daerah Provinsi Aceh, yang digunakan sebagai landasan hukum mutasi tersebut.

“Terhadap Qanun ini telah di sahkan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku untuk Aceh semenjak di tetapkan, dan ini yang menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Aceh dalam melakukan pergantian Kepada SKPA di lingkungan Pemerintah Aceh,” kata Safaruddin melalui pesan singkat di Banda Aceh, Selasa (14/3).

Ia menyebutkan adapun tanggapan terkait UUPA dan Qanun tersebut ialah UU Republik Indonesia Nomor 10/2016 pada pasal 71, ia menjelaskan bahwa terhadap pasal 71 ini, tidak dapat diberlakukan kepada daerah khusus dan istimewa seperti DKI Jakarta, Papua, Aceh dan Yogyakarta tentang daerahnya di atur secara khusus dengan UU Khusus dan Istimewa.

Lanjutnya, Peraturan Presiden (PP) Nomor 18/2016 tentang perangkat daerah pada pasal 118 ini juga telah jelas di sebutkan bahwa untuk daerah yang belum memiliki regulasi terhadap pembentukan perangkat daerah, baru menggunakan PP ini.

Baca: Polemik mutasi, DPRA Komisi I sepakat bila berpedoman pada UUPA

Namun, di Aceh telah memiliki regulasi tentang penyusunan perangkat daerah semenjak tahun 2007. Ia berpendapat bahwa, PP 18/2016 ini  tidak berlaku di Aceh, dan Qanun Nomor 13/2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat Aceh yang dijadikan referensi untuk penyususnan perangkat daerah ini. Sebab, PP tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi kedudukannya secara hirarki hukum.

“Yang di maksud dengan peraturan perundangan itu ya UUPA sebagai landasan pelaksanaan Keistimewaan dan kekhususan Aceh,” kata dia.

Menurutnya, UUPA sebagai UU khusus harus di jaga bersama oleh rakyat Aceh sepanjang pasal pasal dalam UUPA tidak bertentangan dengan UUD 1945. Terutama, kata dia, DPR Aceh yang selalu menyebutkan Kekhususan Aceh dalam permasalahan Qanun bendera dan lambang.

Atas dasar itu ia meminta DPR Aceh untuk lebih aktif dalam memperjuangkan UUPA dan Pemerintah pusat agar menghormati kekhususan Aceh. “Saat Gubernur melaksanakan apa yang di suarakan oleh DPRA malah DPRA berbalik arah, ada apa ini dengan DPRA,” tanya Safaruddin.

Kemudian ia menyarankan kepada pihak yang merasa dirugikan atas mutasi tersebut dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum. Bila perlu, katanya, ajukan Judicial Review ke MK agar pasal 100 dan 119 di cabut dari UUPA. [Randi]

Related posts