Said Syamsul ajukan uji materil pasal 74 UUPA

Said Syamsul ajukan uji materil pasal 74 UUPA

Jakarta (KANALACEH.COM) – Calon Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Said Syamsul Bahri mengajukan uji materil (judicial review) terhadap pasal 74 UUPA pada Rabu (5/4).

Pasal 74 UUPA berbunyi, Peserta pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota berhak mengajukan keberatan terhadap hasil pemilihan yang ditetapkan oleh KIP.

(2)Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah hasil pemilihan ditetapkan.

(3)Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil perhitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.

(4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan.

(5) Mahkamah Agung menyampaikan putusan sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada:
a. KIP;
b. pasangan calon;
c. DPRA/DPRK;
d. Gubernur/bupati/walikota; dan
e. partai politik atau gabungan partai politik, partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal, atau gabungan partai politik dengan partai politik lokal yang mengajukan calon.

(6) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) bersifat final dan mengikat.

Said Syamsul merasa dengan berlakunya ketentuan pasal tersebut telah menghambat hak konstitusionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D UU 1945.

Hal ini beranjak dari putusan Mahkamah Agung menolak Permohonan yang diajukan oleh Said Syamsul dalam putusan No 01/SHP.KIP/2017 dengan pertimbangan hukum bahwa objek permohonan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat Daya yang diajukan oleh pemohon merupakan kewenangan absolut dari Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 157 UU N O 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang No 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Bahwa akibat putusan ini, Said mengaku bingung dalam ketidakpastian hukum, karena dalam pasal yang diuji, menurutnya, sangat jelas disebutkan bahwa pengajuan sengketa Pilkada di Aceh diselesaikan oleh Mahkamah Agung.

Namun setelah diajukan ternyata Mahkamah Agung menyatakan bahwa tidak menjadi kewenangannya. Maka, Said mengaku dirinya merasa telah di rugikan akan pasal 74 tersebut karena telah membuat pemohon dalam ketiadaan kepastian hukum untuk mencari keadilan dalam sengketa Pilkada.

sehingga dengan demikian ketentuan Pasal 74 ayat (2), (4). (5) dan (6) UU No 11 Tahun 2006 ”tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” atau setidak tidaknya berlaku bersyarat dengan dimaknai “ Mahkamah Agung” sebagai “ Mahkamah Konstitusi sampai terbentuknnya Badan Peradilan Khusus”.
Karena keberadaan Pasal 74 ayat (2), (4). (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh bertentangan dengan UUD 1945, Pasal 1 ayat (3) dan 28D ayat (1).

Permohonan JR tersebut diterima oleh Aqmarina Rasika di bagian pendaftaran perkara MK. [Aidil/rel]

Related posts