Komnas HAM soroti hukuman cambuk bagi pasangan gay di Banda Aceh

Diduga Lakukan Pelecehan Seksual, Seorang Pejabat di Aceh Jaya Dipolisikan
ilustrasi.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Komnas HAM mencermati peristiwa penangkapan dan penjatuhan hukuman 83 kali cambuk oleh Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh kepada MT (24) dan MH (20) yang didasarkan atas orientasi dan aktivitas seksual mereka.

Mereka dinyatakan bersalah karena melanggar Jarimah Liwat, berdasarkan lasal 63 ayat 1 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, sehubungan dengan hal itu, Komnas HAM memberikan pandangan seperti yang tertuang pada UUD 1945 mengatur secara lengkap hak asasi manusia baik sipil, politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya yang juga diatur dalam UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Secara khusus Pasal 28I (2) UUD 1945 menyebutkan secara eksplisit, Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu,” kata Wakil Ketua Eksternal/pelapor khusus pemenuhan hak Minoritas, Muhammad Nurkhoiron dalam rilis yang diterima, Selasa (23/5).

Kata dia, Komnas HAM berpandangan hal ini juga meliputi bebas diskriminasi atas dasar orientasi seksual ataupun identitas jender apapun.

Lanjutnya, Indonesia telah mengesahkan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil Politik melalui UU Nomor 12/2005 dan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia melalui UU Nomor 5/1998.

Menurutnya, penangkapan dan penghukuman cambuk tersebut di atas bertentangan dengan pasal-pasal dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945, UU 39/1999 tentang HAM, Kovenan internasional hak-hak sipil politik dan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang keji, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia melalui UU Nomor 5
Tahun 1998.

“Tidak boleh seorang pun yang dapat secara sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalah-masalah pribadinya, keluarganya, rumah atau hubungan surat-menyuratnya, atau secara tidak sah diserang kehormatan dan nama baiknya,” ujarnya.

Ia menyebutkan, hak atas privasi memang tidak bersifat absolut. Namun demikian, penangkapan dan proses hukum yang dilakukan terhadap MT dan MH yang merupakan dua manusia dewasa, menyentuh aspek yang paling intim dari kehidupan privat.

Dengan demikian, kata dia, dipandang merupakan intervensi terlalu jauh dan melanggar hak atas privasi mereka.

Keputusan Mahkaman Syariat ini juga melanggar UU Nomor 5/1998 pasal 16 yang menyatakan bahwa negara harus mencegah perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia.

“Pelaksanaan hukuman cambuk di muka publik yang akan juga bertentangan dengan konvensi ini. Proses hukum tersebut memberikan bukti bahwa Qanun yang berlaku tidak sesuai dengan semangat hak asasi manusia yang sudah dijamin dalam UU,” kata dia.

Sementara, Kasatpol PP dan WH Banda Aceh, Yusnardi mengatakan, ia membantah proses cambuk melanggar HAM. Kata dia, hal itu sudah sesuai hukum syariat Islam yang diterapkan di Aceh dengan menggunakan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat.

“Kita punya dasar hukumnya, kalau ada yang membantah ya silahkan saja,” kata dia usai proses cambuk di Mesjid Syuhada Banda Aceh. [Randi]

Related posts