Menagih Komitmen PLN Aceh

Dedy Zulwansyah, Kepala Bidang Monitoring dan Advokasi AJMI (Aceh Judicial Monitoring Institute). (ist)

Pemadaman listrik yang terus terjadi di Aceh membuat ketidakpastian dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan bagi masyarakat sebagai konsumen. PT. PLN sebagai Perusahaan Penyediaan Tenaga Listrik selama ini tidak menunjukkan etikad baiknya dalam berkomitmen menyelesaikan masalah pemadaman listrik. Disebutkan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, “Pembangunan ketenagalistrikan yang bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalarn rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan”, hal ini yang seharusnya menjadi tujuan pembangunan sumber energy listrik oleh perusahaan seperti PLN dalam mencapai suatu kepastian dalam pemenuhan ketersediaan tenaga listrik untuk masyarakat.

Pihak PLN selama ini sering mengeluarkan pernyataan bahwa akan ada penambahan kapasitas pembangkit listrik yang ditargetkan pada tahun 2018, Aceh akan memiliki tambahan 300 MW yang bersumber dari tambahan listrik 250 MW dari Arun dan 50 MW dari Krueng Raya. Tapi masalah pemadaman listrik pada tahun 2017 selama ini saja belum terlihat komitmen PLN untuk menyelesaikan krisis listrik di aceh, mulai dari gangguan di PLTU Nagan dan PLTMG Arun serta gangguan penghantar transmisinya. Komitmen untuk menyelesaikan krisis listrik yang selama ini tidak ada kepastian, perlu kiranya ada upaya kongkrit dan tegas dalam mengintegrasi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Seperti,

  1. Pembangkitan listrik, pihak PLN harus memastikan bahwa kegiatan memproduksi tenaga listrik yang berkelanjutan dan berkualitas,
  2. Transmisi tenaga listrik, pihak PLN harus memastikan penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan listrik ke sistem distribusi dan selanjutnya ke masyarakat sebagai konsumen. Dalam pemanfaatan jaringan transmisi PLN yang dilakukan melalui sewa jaringan antara pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang melakukan usaha transmisi dengan pihak yang akan memanfaatkan jaringan transmisi dengan cara mengendalikan dan mengontrol kapasitas jaringan transmisi agar benar-benar kegiatan tersebut mendapatkan suatu pelayanan publik yang professional.
  3. Distribusi tenaga listrik, pihak PLN harus memastikan juga penyaluran tenaga listrik dari system transmisi atau dari pembangkitan ke konsumen dengan mengedepankan kepastian pelayanan yang memadai.
  4. Usaha penjualan tenaga listrik, Pihak PLN harus memastikan bahwa kegiatan usaha penjualan tenaga listrik harus memenuhi juga hak-hak konsumen sebagai penikmat jasa listrik.

Pemadaman yang terjadi selama ini perlu keseriusan dan komitmen pihak PLN dalam mencari solusi sementara dalam penyediaan tenaga listrik yang minim karena adanya perbaikan dan pemeliharaan dari pembangkitan tenaga listrik yang ada. Apakah dengan cara pihak PLN berusaha menyewa jaringan tenaga listrik untuk penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi yang sama. Solusi dan komitmen yang seharusnya dibuktikan, agar masyarakat yang selama ini sudah mulai hilang kepercayaan terhadap kinerja PLN bisa kembali mendapatkan hak pelayanan yang baik dan mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.

Dalam perlindungan masyarakat sebagai konsumen pelayanan jasa kelistrikan, pihak PLN pernah mengeluarkan pernyataan terkait kompensasi bagi pelanggan yang terkena dampak pemadaman listrik, pihak GM PLN Aceh mengaku hingga saat ini PLN Aceh belum melakukannya. “Saat ini kompensasi baru diberikan kepada pelanggan premium saja, karena sudah terikat perjanjian sejak awal,” ujar GM PLN Aceh, dan menyebut pelanggan premium mendapatkan pelayanan khusus dengan harga yang khusus pula. Menurut AJMI Pernyataan tersebut sangat diskriminasi dari definisi Konsumen yang sebenarnya berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, “Bahwa Konsumen  adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Definisi ini sangat jelas tidak ada diskriminasi dalam menggolongkan konsumen biasa dan konsumen premium, dari pernyataan tersebut sangat terlihat GM PLN sebagai pimpinan Perusahaan mencoba mempelitir dan lari dari tanggungjawabnya.

  • Peran Pemerintahan Aceh dalam Pembinaan dan Pengawasan Ketenagalistrikan

Selama pemadaman Listrik di aceh belum terlihat upaya dan peran Pemerintahan Aceh (eksekutif dan legislative) untuk mengambil suatu tindakan yang kongkrit dan tegas dalam penyelesaian ketenagakelistrikan. Respon pemerintahan aceh terhadap situasi pemadaman listrik yang tidak pasti dan tidak stabil hanya ditujukan pada akibat yang timbul. Tidak pernah melihat akar persoalan mengapa pemadaman listrik yang tidak pasti dan tidak stabil bisa terjadi dan tidak ada komitmen dari PLN dalam mengatasinya.

Berdasarkan Pasal 46 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pemerintah daerah (eksekutif) sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha penyediaan tenaga listrik dalam hal

  1. penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik;
  2. pemenuhan kecukupan pasokan tenaga listrik;
  3. pemenuhan persyaratan keteknikan;
  4. pemenuhan aspek perlindungan lingkungan hidup;
  5. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;
  6. penggunaan tenaga kerja asing;
  7. pemenuhan tingkat mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik;
  8. pemenuhan persyaratan perizinan;
  9. penerapan tarif tenaga listrik; dan
  10. pemenuhan mutu jasa yang diberikan oleh usaha penunjang tenaga listrik.

Dalam Pasal 46 ayat 2 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat:

  1. melakukan inspeksi pengawasan di lapangan;
  2. meminta laporan pelaksanaan usaha di bidang ketenagalistrikan;
  3. melakukan penelitian dan evaluasi atas laporan pelaksanaan usaha di bidang ketenagalistrikan; dan
  4. memberikan sanksi administrative terhadap pelanggaran ketentuan perizinan.

Dari ketentuan tersebut dapat diartikan kewenangan eksekutif sangat besar dalam perannya mencari akar permasalahan pemadaman listrik di aceh, dengan mengupayakan tindakan tegas untuk dapat mengevaluasi dan menindaklanjuti penyelesaian yang terjadi di PLN aceh. Dari hal tersebut sudah sepatutnya Eksekutif dan Legislatif di Aceh mulai memfokuskan penyelesaian tersebut melalui tindakan yang mengarah pada suatu kepastian hukum. Gubernur sebagai pimpinan Pemerintah Aceh dengan serius dan melihat gejala sosial yang ada sudah seharusnya membuat Qanun di bidang ketenagalistrikan, penetapan rencana umum ketenagalistrikan Provinsi Aceh, pengangkatan inspektur ketenagalistrikan Provinsi Aceh, dan kewenangan Provinsi di bidang ketenagalistrikan lainnya berdasarkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Dan sangat diperlukan juga peran dari DPRA dalam melaksanakan fungsi Pengawasan di bidang ketenagalistrikan yang selama ini belum terpenuhi, seperti investigasi akar permasalahan dari pemadaman listrik dengan membentuk pansus dalam penyelesaian masalah ketenagalistrikan aceh. Maka sudah seharusnya sinergisitas dalam tujuan pembangunan ketenagalistrikan berjalan dengan cita-cita meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. []

DEDY ZULWANSYAH

Penulis merupakan Kepala Bidang Monitoring dan Advokasi AJMI (Aceh Judicial Monitoring Institute)

Related posts