Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM), menyatakan kesediaan dan kesiapan untuk mengawal kebijakan kebijakan pemerintahan Irwandi-Nova, terutama kebijakan kebijakan terkait dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA).
“Kami sebagai bagian dari masyarakat Aceh, sangat berharap kepada pemerintahan Irwandi – Nova, yang dilantik pada 5 Juli selama masa periode pemerintahan nya untuk lebih mementingkan/memperiotaskan keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup dari pada kepentingan “uang”,” kata Nurul Ikhsan, penasehat hukum GeRAM.
Dikatakannya, hal ini bukanlah hal sulit bagi gubernur Irwandi karena sudah termantup dalam visi misi nya pada saat kampanye. pada periode Pemerintah Aceh yang lalu, kata dia, pernah menggugat Pemerintah dan Pemerintah Aceh karena tidak memasukan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) kedalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh Tahun 2013 – 2033.
Pemerintah Aceh berpendapat tidak dimasukan KEL karena sudah termatup sebagai kawasan lindung didalam RTRWA tersebut. Semetara, menurut GeRAM Kawasan Ekosistem Leuser adalah kekayaan alam yang berbentuk bentang alam yang memiliki keunikan, bahkan yang paling unik dari 25 bentang alam sejenis yang ada di dunia
Oleh karena itu, Pemerintah secara Nasional menetapkan KEL sebagai Kawasan Strategis. Selain itu keberadaan KEL sudah ada sejak masa Kolonial Belanda, yang tertuang didalam Kesepakatan Tapak Tuan kemudian dituangkan dalam decree gubernur Aceh tahun 1933, yang merupakan wujud dari perjuangan diplomasi dari pemuka masyarakat pada masa itu yang menentang invansi dari perkebunan dan perusahaan pertambangan penjajahan Belanda di wilayah Aceh. Pada saat ini gugatan dari GeRAM tersebut sedang diperiksa pada tingkat Banding di Pengadilan Jakarta.
Menurutnya, Kawasan Ekosistem Leuser Itu tidak semuanya kawasan lindung, ada juga area pengunaan lain (APL), tapi anehnya APL yang seharusnya menjadi manfaat untuk sumber kehidupan masyarakat banyak, dinilai telah dikuasai oleh segelintir orang yang diberi hak melalui izin untuk membuka usaha perkebunan bersekala besar dan izin usaha pertambangan. Sehingga, lanjutnya, masyarakat Aceh terjebak untuk merambah kawasan lindung dan atau dituduh menyerobot lahan milik perusahaan sehingga harus berurusan dengan hukum, ini sangat bertentangan dengan semangat perjuangan diplomasi pemuka pemuka masyarakat pada masa Kolonial. [Randi/rel]