Pemerintah ukur ulang armada nelayan Aceh Barat

Kejari didesak bebaskan nelayan Aceh Barat
Ilustrasi. kapal nelayan rusak dihantam badai. [Merdeka]

Meulaboh (KANALACEH.COM) – Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh bersama tim akan melakukan pengukuran ulang terhadap armada nelayan yang masih menggunakan alat penangkapan ikan (API) yang dilarang seperti jenis centrang.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Barat, Muhammad Iqbal di Meulaboh, Kamis mengatakan, kebijakan tersebut menindak lanjuti edaran Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) terbaru terkait perpanjangan masa peralihan API yang dilarang.

“Tahap pertama akan kita sosialisasikan dulu, kemudian nanti tim akan turun. Bila API yang dilarang ditemukan di armada di bawah 10 GT, akan diperingati, tapi bila ditemukan di armada 10 GT ke atas maka akan dieksekusi oleh pihak penegak hukum,” tegasnya.

Pemkab Aceh Barat telah menerima edaran terbaru yang diterbitkan oleh KKP Republik Indonesia, yang diterbitkan tanggal 19 Juni 2017 dan ditandatangani Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP-RI Sjarief Widjaja.

Surat Edaran (SE) tersebut Nomor: B.664/DJPT/PI.220/VI/2-2017 tentang Perpanjangan Masa Peralihan Alat Penangkapan Ikan Pukat Tarik dan Pukat Hela Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPRI).

Edaran tersebut sebagai pertimbangan dalam masa pendampingan peralihan API yang dilarang sebagai upaya perlindungan nelayan kecil, sampai dengan tiga bulan berakhirnya SE Menteri KKP RI Nomor B.1/SJ/PL.610/I/2017, hingga batas 31 Desember 2017.

Iqbal menjelaskan, katagori nelayan kecil yang dimaksudkan dalam edaran terbaru tersebut yakni untuk semua kapal penangkap ikan yang berukuran sampai dengan 10 GT, akan tetapi bila kapasitas armada di atas 10 GT, tidak masuk dalam pendampingan.

Surat Edaran tersebut ditujukan kepada para Gubernur, Kepala Dinas Provinsi membidangi Kelautan dan Perikanan, kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Lingkup KKP dan para aparat penegak hukum di bidang di bidang perikanan.

“Persoalannya SE itu tidak ditujukan kepada kabupaten/kota, padahal permasalahannya di tingkat kabupaten. Jadi kita masih menanti petunjuk teknis dari Provinsi Aceh, sebab pengelolaan sektor ke lautan saat ini juga sudah diambil alih provinsi,” tegasnya.

Ada empat ketentuan yang termuat dalam edaran baru tersebut menyangkut perpanjangan masa peralihan API dilarang itu seperti, pertama dilakukan pengukuran ulang terhadap kapal penangkap ikan yang menggunakan API yang dilarang.

Kedua, API yang dilarang hanya boleh beroperasi di wilayah pengelolaan provinsi sampai dengan 12 mil, dengan ukuran selektifitas mesh size minimal 2 inch pada bagian kantong, serta hasil tangkapan tercatat di pelabuhan pangkalan.

Ketiga, tata cara pengoperasian sesuai dengan Keputusan Menteri KKP RI Nomor 06/ KEPMEN/-KP/2010/ tentang API di WPRI dan keempat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan melakukan pendampingan kepada nelayan.

Pendampingan seperti pembentukan kelompok kerja, fasilitasi permodalan, relokasi daerah penangkapan ikan, percepatan proses perizinan API penganti, fasilitasi pelatihan pengoperasian API penganti, serta tidak menerbitkan SIPI baru untuk API yang telah dilarang.

“Sebenarnya kami di tingkat II masih menanti jawaban dari provinsi terkait edaran sebelumnya mengenai kompensasi, tapi sampai sekarang belum sampai. Sekarang sudah ada aturan baru lagi, kita sosialisasikan, mau nggak mau nelayan harus mematuhi karena ini aturan,” katanya menambahkan. [Antara]

Related posts