Ganja demi cinta Fidelis diganjar 8 Bulan penjara

Usai vonis bui, sanksi PNS menanti Fidelis
Terdakwa kepemilikan ganja, Fidelis Arie Sudewarto (36) saat berada di sel tahanan Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, usai sidang pembacaan putusan, Rabu (2/8/2017). Fidelis, yang sebelumnya menggunakan ganja untuk mengobati sang istri, Yeni Riawati, divonis 8 bulan penjara dan dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar atau subsider 1 bulan penjara. (kompas.com)

Pontianak (KANALACEH.COM) – Fidelis pasrah. Dengan posisi berdiri sambil kepala tertunduk ke bawah, Fidelis Arie Sudewarto (36) mendengarkan hakim ketua membacakan amar putusan yang diakhiri dengan tiga kali ketukan palu.

Perjuangannya dalam mengobati sang istri, Yeni Riawati menggunakan ekstrak ganja (cannabis sativa) diganjar majelis hakim dengan hukuman delapan bulan penjara.

Meskipun seandainya majelis hakim memutuskan Fidelis bebas murni, putusan itu tidak bisa mengembalikan almarhumah Yeni hidup kembali dan berkumpul bersama keluarga mereka.

Perjuangan Fidelis untuk melepaskan belenggu penyakit yang diderita istrinya itu sebenarnya sudah berakhir sejak ia ditahan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Sanggau pada 19 Februari 2017 lalu.

Petugas BNN menangkap Fidelis di rumahnya karena menaman 39 batang pohon ganja (cannabis sativa).

Diagnosa Penyakit

Penyakit yang diderita Yeni berawal ketika sang istri hamil anak kedua mereka Samuel, pada 2013 silam. Saat itu, kaki sebelah kanan Yeni sakit dan tidak bisa digerakkan sehingga dibawa ke RSUD Sanggau.

Dokter setempat tidak bisa mendiagnosa dan mengatakan itu bawaan hamil. Yeni pun dibawa kembali ke rumah. Tak lama berselang, Yeni kemudian melahirkan secara normal dengan kondisi anak dan ibu sehat.

Namun tahun 2014, ketika bayi berusia lima bulan, sakit yang dialami Yeni kambuh. Kali ini kedua kakinya sakit dan tidak bisa digerakkan. Yeni kemudian dibawa kembali ke RSUD Sanggau dan didiagnosa menderita penyakit Shyndrome Guillain Barre (SGB).

Yeni lalu dirujuk ke RS Santo Antonius Pontianak. Setibanya di Pontianak, hasil laboratorium dari RS Antonius tidak menemukan indikasi adanya penyakit SGB tersebut.

Namun, berdasarkan pemeriksaan radiologi (MRI) di Antonius ada kemungkinan menderita syringomyeila. Setelah mengetahui hasil diagnosa MRI tersebut, Yeni dibawa kembali ke Sanggau.

Pihak keluarga kemudian mencoba pengobatan alternatif dengan terapi pijat saraf di daerah Bodok, Kabupaten Sanggau. Yeni menjalani pengobatan selama dua minggu di tempat terapi tersebut dan menunjukkan perkembangan, jempol kakinya mulai bisa digerakkan.

Lantaran menunjukkan adanya perubahan dan mulai terlihat sehat, Yeni kemudian dibawa pulang ke rumah. Namun, tak lama berselang, sekitar tahun 2015, penyakitnya kembali kambuh dan dibawa ke Rumah Sakit Sanggau.

Yeni didiagnosa menderita psikosomatis (gangguan kejiwaan) sehingga dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa Singkawang.

Karena di RSJ Singkawang tidak ada layanan rawat inap, Yeni kemudian dirujuk lagi ke Rumah Sakit Santo Vincentius Singkawang. Ia dinyatakan boleh pulang karena tidak ditemukan kelainan kejiwaan.

Tahun 2016, Yeni kembali dibawa ke RSUD Sanggau. Kali ini penyakit hasil diagnosa menyebutkan dia menderita Tumor Buli, dan lagi-lagi dirujuk ke RSU Soedarso Pontianak.

Berdasarkan hasil USG, pihak RSUP Soedarso Pontianak menyatakan tidak ada penyakit tumor buli dan berdasarkan hasil MRI, RSUP Soedarso Pontianak mendiagnosa bahwa penyakit yang diderita adalah penyakit syringomyelia.

Menurut saran dari dokter, satu-satunya cara tindakan medis yang harus dilakukan adalah melakukan operasi dengan membelah tulang belakang untuk mengeluarkan cairan (kista) di dalam tulang belakang.

Namun, karena kondisi Yeni Riawati sudah sangat lemah, kemungkinan keberhasilan operasi kecil, bahkan bisa menimbulkan efek samping. Sejak mengetahui hasil diagnosa penyakit tersebut, Fidelis pun berupaya melakukan berbagai cara supaya istrinya bisa sembuh.

Mulai dari pengobatan herbal, hingga mendatangi dukun, Fidelis jalani. Namun tidak juga membuahkan hasil. Kondisi istrinya saat itu, sudah nyaris lumpuh total. Hanya tangan kanan saja yang masih bisa digerakkan.

Sementara sekujur tubuhnya dipenuhi luka menganga hingga sebesar kepalan orang dewasa dan tak jarang terlihat hingga ke tulang saat membersihkannya.

Yeni juga sulit untuk tidur, ia bahkan tiga hari tidak tidur karena melawan penyakitnya tersebut. Selain itu, nafsu makan juga kurang dan nyaris tidak ada. Kondisi ini membuat badan Yeni semakin menyusut.

Tak menyerah sampai disitu, Fidelis kemudian berselancar di dunia maya mencari tahu tentang penyakit yang diderita istrinya.

Hingga ia kemudian menemukan beberapa situs rujukan dari Eropa dan Amerika. Ia lalu berkomunikasi dengan orang yang pernah mengalami atau memiliki kasus penyakit yang sama dengan yang diderita istrinya.

Salah satu rujukan yang dijadikan referensi oleh Fidelis adalah seorang penderita syringomyeila di Kanada yang mampu bertahan hidup dengan ekstrak ganja yang akhirnya ingin dicobakan untuk istrinya.

Sejak didiagnosa menderita syringomyelia pada Januari 2016, Yeni Riawati dirawat sendiri di rumah oleh Fidelis Arie Sudewarto. Setiap hari, Fidelis mendatangkan perawat ke rumahnya untuk melakukan perawatan terhadap Yeni.

Selain itu, Fidelis juga melakukan perawatan sendiri dengan menggunakan dua panduan perawatan penderita penyakit syringomyelia dari dua situs milik Amerika Serikat. Dia juga mengumpulkan buku-buku dan literatur tentang ganja. Semua dipelajari secara otodidak.

Sejak awal 2016, semua cara pengobatan sudah dilakukan Fidelis. Mulai dari menggunakan obat medis, obat herbal, bahkan menggunakan orang pintar, tetapi tidak ada yang berhasil mengembalikan kondisi fisik Yeni.

Kondisi Yeni sebelum diobati dengan ekstrak ganja sungguh sangat memprihatinkan. Yeni sulit tidur. Yeni juga mengalami masalah dalam berkemih, yaitu tidak bisa mengeluarkan urine, hingga perutnya membesar.

Atau sebaliknya, ia tidak bisa mengendalikan air kencingnya. Juga terjadi pembengkakan di sekitar kemaluan. Akibatnya, air kencing dapat keluar dengan sendirinya sebelum sampai ke kamar kecil. Urine yang dikeluarkan juga bercampur dengan darah kental berwarna kehitaman.

Setiap makanan yang sudah ditelannya, tidak berapa lama kemudian pasti dimuntahkan kembali.  Kaki Yeni juga sering mengalami kram dan kebas dengan rasa sakit yang mendera. Terkadang ia harus berteriak menahan sakit.

Yeni juga sering mengeluarkan keringat berlebihan, meskipun cuaca dingin atau dalam ruang ber-AC. Untuk mengatasi kondisi suhu, Fidelis memasang termometer untuk tetap bisa memantau kondisi suhu di dalam kamar.

Hanya Fidelis yang tahu bagaimana cara merawat istrinya itu. Sehingga ketika dia ditahan, keluarga tidak bisa berbuat banyak. Karena selama ini semua dilakukannya sendiri. Mulai dari cara perawatannya, termasuk mengatur suhu di kamar.

Selama sakit, Yeni juga tidak mau berkomunikasi dengan orang luar dan lebih senang menyendiri di kamar. Yeni lebih sering meminta lampu kamar dimatikan saja, karena ia ingin tidur.

Efek Ekstrak Ganja

Terjadi perubahan besar semenjak Yeni menggunakan ekstrak ganja dalam proses penyembuhannya.

Nafsu makan Yeni meningkat. Bahkan ia bisa menghabiskan setengah kilogram buah anggur dalam satu hari. Yeni juga sudah bisa meminta menu makan yang diinginkannya. Pencernaan juga mulai lancar, baik itu buang air kecil maupun besar.

Lubang-lubang pada luka-luka dekubitus sudah menutup karena daging yang baru sudah tumbuh dan permukaan luka sudah mengering. Pandangan mata dan penglihatan Yeni juga menjadi jelas. Ingatannya mulai pulih dan bisa mengingat hal-hal secara detail di masa lalu.

Yeni juga sudah mau diajak berbicara, berkomunikasi, dan mulai banyak bertanya, bahkan sudah bisa bernyanyi. Jari-jari tangan kiri yang sebelumnya lumpuh sudah mulai bisa digerakkan.

Fidelis Ditahan

Namun, keceriaan yang mulai muncul di wajah Yeni kembali sirna. Harapan untuk semakin membaik hilang karena Fidelis ditahan dan ekstrak ganja dimusnahkan sebagai barang bukti. Yeni kemudian dibawa ke Rumah Sakit M Th Djaman Sanggau.

Yeni pun kembali mengalami kesulitan tidur, kadang tidak bisa tidur semalaman. Nafsu makan Yeni jauh menurun. Makan hanya beberapa sendok saja dan bahkan sangat sering menolak untuk diberi makan.

Setiap makanan yang masuk, dimuntahkan kembali. Yeni juga merasakan panas padahal sudah menggunakan pendingin ruangan (AC). Luka-luka dekubitus yang saat di rumah sudah mengering, kembali memerah dan berdarah, basah.

Tumbuh luka-luka dekubitus baru di pantat, selangkang, lutut, dan kedua kaki dengan ukuran cukup besar. Kulit kaki Yeni mengelupas besar-besar dan keluar cairan dari kaki dan telapak kaki.

Bagian dada di sebelah kiri terasa sakit dan sesak napas sehingga sulit bernapas. Perut Yeni pun perlahan mulai bengkak dan membesar pada saat menjelang akhir hayatnya.

Diperkirakan syringomyelia telah mematikan fungsi pencernaan, sehingga makanan dan minuman yang masuk tidak bisa dicerna lagi.

Saat dibawa petugas BNN, pihak keluarga tidak sanggup untuk merawat Yeni. Bukan karena tidak mau merawat, tapi karena kondisi Yeni yang selalu mendapat perlakuan khusus ketika dirawat Fidelis.

Keluarga pun menyampaikan kepada BNN, apabila Fidelis harus ditahan, pihak keluarga meminta solusi bagaimana caranya supaya Yeni bisa dirawat. Namun, solusi dari BNN, Yeni dibawa ke rumah sakit di Sanggau selama Fidelis ditahan.

Terpisahnya antara Yeni dengan sang suami secara otomatis berdampak dengan pola perawatan Yeni. Perubahan fisik Yeni mulai terlihat pada hari ketiga yang berangsur-angsur menurun hingga ajal menjemput.

Pihak keluarga pernah mengajukan penangguhan penahanan, supaya Fidelis masih bisa merawat istrinya. Namun, BNN tidak mau memberi dengan alasan, selama ini di Indonesia tersangka narkoba tidak pernah ada yang jadi tahanan luar.

Pada saat dokter dari BNN membawa Yeni ke rumah sakit, Fidelis sempat memberikan manual petunjuk cara perawatan penyakit syringomyeila yang sempat ia print sebelumnya.

Namun dikembalikan, dengan alasan rumah sakit punya standar prosedur sendiri dalam menangani pasien. Hingga detik-detik akhir hayat Yeni, pihak keluarga berharap Fidelis bisa menjenguk istrinya pada malam sebelum meninggal.

Sabtu, 25 Maret 2017, Yeni Riawati pun menghembuskan napas terakhirnya. Dengan pengawalan ketat, Fidelis diijinkan untuk melihat jenazah istrinya. Namun, pada saat pemakaman, Fidelis tak diijinkan untuk berada di dalam mobil ambulan menemani peti jenazah istrinya.

Proses Hukum

Fidelis pun sadar dan paham menanam ganja meski untuk pengobatan istrinya melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

Seminggu setelah Fidelis ditahan BNN Sanggau, keluarga menyerahkan sepenuhnya pendamping proses hukum kepada Marcelina Lin, Theo Kristoporus Kamayo dan Rencana Suryadi.

Ketiga tim kuasa hukum ini tergabung dalam Firma Hukum Ranik, Marcelina dan Rekan yang berkantor di Pontianak. Terlepas dari pasal yang termuat dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menjerat Fidelis, berdasarkan teori ada dua unsur tindak pidana.

Salah satunya adalah adanya niat jahat yang bisa dipertanggungjawabkan secara pidana. Tetapi dalam kasus ini, Fidelis berupaya untuk mengobati istrinya.

Karena itu, tindakan yang dilakukan Fidelis bisa dikategorikan tidak ada niat untuk menggunakan ganja selain pengobatan istrinya. Berkas perkara Fidelis sempat bolak-balik dari Kejaksaan Negeri Sanggau ke BNN, hingga akhirnya dinyatakan lengkap pada 5 April 2017.

Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Sanggau, Selasa (2/5). Selama berstatus sebagai terdakwa, Fidelis menjalani 13 kali persidangan, mulai dari pembacaan dakwaan hingga sidang putusan, Rabu (2/8).

Suasana haru sempat menyelimuti ruang sidang ketika Fidelis membacakan nota pembelaan dalam sidang ke-12. Dalam sidang putusan, majelis hakim memutuskan Fidelis terbukti melanggar pasal 116 ayat 1 dan 2.

Keputusan itu, tidak dihasilkan secara mufakat, melainkan adanya perbedaan pendapat di antara ketiga majelis hakim. Hakim menilai Fidelis terbukti bersalah dalam kepemilikan 39 batang ganja yang dipergunakannya untuk mengobati sang istri, Yeni Riawati.

Sebelumnya oleh jaksa, Fidelis dituntut lima bulan penjara dan denda Rp 800 juta subsider satu bulan kurungan.

Hal yang memberatkan menurut hakim adalah pasal 116 ayat 1 dan 3 dan hal yang meringankannya adalah majelis hakim menilai apa yang dilakukan terdakwa tidak berniat jahat atau mencelakai istrinya.

Fidelis menyadari hal itu tidak boleh dilakukan. Namun karena cintanya terhadap sang istri, tetap ia lakukan. Kini, Fidelis masih memikirkan apakah akan melakukan banding atau tetap menerima hasil putusan.

Apabila melakukan banding, tentu akan memakan waktu yang lebih lama, yang juga berdampak pada lamanya masa tahanan yang harus ia jalani.

Sedangkan apabila menerima hasil putusan hakim, hukuman delapan bulan dipotong masa tahanan hanya akan ia jalani sekitar tiga hingga empat bulan lagi. Setelah itu, ia bisa kembali berkumpul bersama keluarganya.

Sekarang tergantung Fidelis. Ia masih memiliki waktu selama tujuh hari ke depan untuk memikirkannya. Akhir kisah cinta dan perjuangan untuk sang istri saat ini harus ia hadapi dengan ganjaran delapan bulan kurungan penjara. [Kompas.com]

Related posts