Mahasiswa Aceh di Malang kini punya “Aceh Studies”

Mahasiswa Aceh di Malang kini punya "Aceh Studies"
Pemateri orasi ilmiah menyampaikan paparannya dalam acara kajian dan peresmian "Aceh Studies" di Aula Asrama Aceh Putra, Malang, Minggu (1/10). (Ist)

Malang (KANALACEH.COM) – Forum Kajian Mahasiswa Pascasarjana Aceh-Malang (Forkamapa) menggelar kajian dan meresmikan “Aceh Studies” di Aula Asrama Aceh Putra, Malang, Minggu (1/10). Acara yang bertemakan “Aceh Sebagai Lokomotif Pendidikan Di Asia Tenggara” itu dihadiri oleh seluruh mahasiswa Aceh di Malang, Jawa Timur baik S1, S2, dan S3.

Pada acara ini turut hadir Riza Pahlevi yang nerupakan penasihat Keluarga Tanah Rencong di Malang. Dalam sambutannya, dia mengharapkan melalui forum ini melahirkan pemikir-pemikir Aceh yang progresif dan produktif bagi bangsa Indonesia secara umum dan  khususnya Aceh.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Ketua Forkamapa, Khairul Azmi. Dalam sambutannya, sekaligus peresmian “Aceh Studies”, dia menyebutkan bahwa banyak orang Aceh sekarang tidak tahu akan sejarah bangsanya, sehingga jati diri orang Aceh sirna ditelan lautan samudra.

“Wajib bagi kita rakyat Aceh mengetahui sejarah sebagaimana kita mengetahui Islam. Pelajari agamamu dan pelajari sejarahmu maka kamu akan tau jati dirimu,” ujar dia.

Khairul pun menjelaskan bahwa, sejarah akan memberitahukan kenyataan yang sebenarnya, akan membuka wawasan terhadap kehidupan. “Bangsa yang tidak belajar dari sejarah, akan mengulangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan bangsa tersebut dimasa lalu,” imbuhnya.

Setelah sambutan acara dan peresmian Aceh Studies, acara dilanjutkan dengan orasi ilmiah yang disampaikan dua pemateri, yaitu Dosen UIN Sumatera Utara, Fridiyanto dan kandidat doktor, Dhiauddin, yang juga inisiator lahirnya “Aceh Studies”.

Fridiyanto yang konsen meneliti perguruan tinggi Islam memaparkan materinya yang bertema “UIN Ar-Raniry sebagai Lokomotif Pendidikan Di Asia Tenggara”.

Sesuai dengan hasil penelitiannya, Fridiyanto menyebutkan bahwa Aceh dengan UIN Ar-Raniry sangat berpotensi menjadi pusat kajian Islam di Asia Tenggara. Selain didukung oleh banyaknya para ahli Islam, Aceh kaya akan khazanah Islam.

Namun demikian, perlu Political Will Pemerintah Aceh dalam bentuk pengalokasian anggaran yang memadai  untuk menampilkan UIN Ar-Raniry sebagai pusat kajian Islam dan kiblat bagi para pengkaji Islam.

Dia menambahkan Aceh juga memiliki keunggulan geografis dan memiliki otonomi khusus untuk mengambil kebijakan pembangunan pendidikan tinggi Islam yang memiliki daya saing. Selain itu juga, keunikan Aceh dengan Syariat Islam memberi distingsi dibanding UIN yang ada di Indonesia.

Kemudian, pemateri lainnya, Dhiauddin pada orasi ilmiahnya menjelaskan tentang “Aceh Studies sebagai Representasi Peradaban Islam Aceh”.

Dhiauddin berpendapat bahwa sangat penting “Aceh Studies” program yang dicanangkan oleh Forkamapa. Melalui kajian ini akan membuka wawasan tentang Aceh baik itu sejarah, sosial, adat istiadat, melalui karya para ulama yang belum terungkap atau yang telah ditransformasikan untuk memperkaya khazanah ke-Acehan dan memperluas referensi akademik.

Selain itu juga, melalui “Aceh Studies” akan melatih mahasiswa/i lascasarjana Aceh di Malang lebih dekat dengan dunia penelitian dan publikasi karya llmiah sebagai representasi dari analisis keilmuaan yang didapatkan dari bangku akademisi.

“Dipastikan setiap 3 kali atau 6 kali atau sekali dalam setahun “Aceh Studies” di bawah naungan Forkamapa akan menerbitkan jurnal, dan buku yang nantinya akan disebarkan ke seluruh kampus yang ada di Aceh. Oleh karena itu harapan kami semoga pemerintah mengapresiasi dan mendukung program yang mulia ini,” katanya. [Aidil/rel]

Related posts