85% hutan mangrove Aceh Tamiang rusak

85% hutan mangrove Aceh Tamiang rusak
Dokumentasi - Wisatawan mengunjungi hutan Mangrove yang telah dikembangkan menjadi hutan wisata di pesisir Kota Langsa, Aceh, Sabtu (19/3). (Antara Foto)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Luas kawasan hutan pesisir mangrove di Aceh Tamiang seluas 24.013,5 hektare, mencakup hutan lindung 109,24 hektare, serta hutan produksi 18.904,26 hektare.

Dari total luas tersebut, hasil investigasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menemukan 85% dalam kondisi rusak akibat berbagai aktifitas ilegal.

Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur dalam siaran persnya kepada Kanalaceh.com, Rabu (7/3).

“Secara geografis, kawasan hutan mangrove berada di Kecamatan Seuruway, Bendahara, Banda Mulia, serta Manyak Payed,” sebutnya.

Muhammad Nur mengatakan Walhi Aceh menemukan dalam kawasan hutan mangrove Aceh Tamiang terjadi aktifitas ilegal, seperti perambahan dan ilegal logging. Perambahan dilakukan untuk pembukaan perkebunan kelapa sawit, serta pembangunan tambak.

“Sedangkan hasil ilegal logging dijadikan sebagai bahan baku arang. Aktifitas ilegal logging sebagian besarnya dibiayai oleh pemilik dapur arang, jumlah dapur arang saat ini mencapai lebih 200 unit, dan secara umum di indikasikan tidak memiliki izin,” ujarnya.

Dijelaskan Muhammad Nur, selain dampak abrasi, terganggunya keseimbangan ekosistem pesisir merupakan dampak terbesar, parahnya vegetasi yang tersisa hanya jenis Mangrove Api-Api.

“Terganggunya habitat satwa seperti burung Rangkong, burung Cucur Hujan, burung Leci, dan beberapa jenis satwa lainnya juga ikut terancam dengan aktifitas ilegal tersebut,” pungkasnya.

Dia menjelaskan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menjadi faktor utama, aktifitas ilegal tersebut terus terjadi. Terlebih, masyarakat mengakui oknum pemerintah ikut terlibat dan memiliki usaha dapaur arang di lokasi.

Berdasarkan temuan di atas, Walhi Aceh mendesak DLHK melalui KPH III untuk melakukan penertiban secara menyeluruh dan melakukan rehabilitasi fungsi kawasan yang rusak.

“Begitu pula halnya kepada lembaga penegak hukum dalam hal ini Polres Aceh Tamiang untuk melakukan penindakan terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam aktifitas perambahan dan ilegal logging,” katanya.

Diharapkan, Pemerintah Aceh Tamiang dan Pemerintah Provinsi Aceh juga dapat memfasilitasi ekonomi alternatif kepada masyarakat yang selama ini bergantung hidup pada kegiatan ilegal tersebut.

“Memungkinkan juga dilakukan dengan memfasilitasi pembentukan Perhutanan Sosial kepada masyarakat,” katanya. [Aidil/rel]

Related posts