GeRAK Aceh: Ingub moratorium pertambangan perlu direview

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sudah mengeluarkan Intruksir (Ingub) Aceh nomor 05/INSTR/2017 tentang perpanjangan moratorium izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara.

Ingub moratorium pertambangan tersebut diteken Gubernur Aceh pada 15 Desember 2017 lalu dan berlaku selama enam bulan yakni hingga Juni 2018.

Terkait hal itu, Kepala Divisi Advokasi Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Hayatudin Tanjung menilai Ingub tersebut perlu direview atau dievaluasi kembali, pasalnya masih banyak pembenahan yang seharusnya dilakukan namun belum berjalan sampai saat ini, sehingga masih banyak permasalahan tidak tersentuh sama sekali.

“Ingub Aceh tentang moratorium yang diperpanjang ini belum berjalan baik, karena itu perlu dilakukan evaluasi serta pembenahan tata pelaksanaannya,” kata Hayatudin Tanjung.

Hayatuddin melihat, selama empat bulan sejak berlaku perpanjangan Ingub tersebut belum adanya perubahan yang signifikan atas kerja-kerja yang dilakukan. Dengan alasan itu maka penting dibuat kajian kembali untuk mereview intruksi gubernur ini.

“Sebelum habis masa moratorium, masih bisa dilakukan review Ingub tersebut,” ujarnya.

Menurut Hayatuddin, selama Ingub ini diperpanjang belum terlihat kinerja yang bagus dalam pelaksanaannya oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh serta dinas terkait lainnya terhadap implementasi Ingub itu sendiri.

“Mengingat kondisi yang seperti ini, GeRAK meminta gubernur perlu mempertanyakan apa capaian yang patut diapresiasi sejak Ingub perpanjangan ketiga tersebut dikeluarkan,” tuturnya.

Hayatuddin menyampaikan, saat ini terdapat 108 Izin Usaha Petambangan (IUP) di Aceh yang massa berlakunya sudah berkahir dan mati, tetapi belum adanya tindakan apapun dari Dinas ESDM Aceh. Seharusnya dengan berlakunya Ingub moratorium tambang itu persoalan yang ada bisa diselesaikan, namun sangat disayangkan pemerintah terkesan berjalan ditempat.

“Dari 138 IUP di Aceh, hanya 30 perusahaan yang statusnya Clear and Clean (CnC), selebihnya 108 perusahaan IUP nya sudah mati, tapi tidak ada kepastian juga, karena belum dikeluarkan Surat Keputusan (SK) pencabutan,” pungkas Hayatuddin Tanjung.

Hayatuddin menuturkan, dari total 30 perusahaan yang mendapatkan status CnC itu, tidak semuanya bisa dikatakan sudah baik, dan bahkan ada diantara perusahaan tersebut yang belum membayar kewajibannya kepada pemerintah.

GeRAK meminta, Gubernur Aceh perlu membentuk tim khusus untuk mengevaluasi IUP yang bermasalah maupun yang masih aktif, karena selama ini banyak perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap Pemerintah Aceh.

“Ini penting dilakukan Pemerintah Aceh mengingat banyaknya dampak terhadap lingkungan maupun kerugian akibat tunggakan perusahaan,” pintanya.

Kemudian tambah Hayatuddin, jika sampai akhir masa berlakunya Ingub pada Juni 2018 mendatang belum terlihat tindakan dari Dinas ESDM, GeRAK menilai gubernur harus memperpanjang kembali moratorium pertambangan ini, Dan sekaligus membentuk tim untuk memonitoring pelaksanaan, sehingga Ingub bisa berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan demi terwujudnya Aceg Green.

“Tim ini perlu untuk mengevaluasi perusahaan yang ada, ketika perusahaan memberikan manfaat terhadap daerah maka perlu didukung, maka dalam waktu yang tersisa ini dievaluasi terlebih dahulu,” terangnya.

“Dalam UU 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah jelas disebutkan bahwa  terkait perizinan pertambangan minerba itu berada di provinsi, oleh sebab itu wajib melakukan evaluasi pertambangan bermasalah di Aceh,” tambah Hayatuddin. [Randi/rel]

Related posts