Konservasi Pidie, Ikhtiar Abusyik, dan Sepercik Kehidupan di Pasi Rawa

Bupati Roni Ahmad bersama jajaran Forkopimda Pidie melakukan penanaman mangrove secara simbolis di gampong Neuheuen, Kecamatan Batee, Pidie. (ist)

SENGATAN terik mentari siang itu, tak menyurutkan langkah kaki sang Bupati untuk berkeliling tambak. Seakan, Roni Ahmad tak lagi memedulikan cahaya matahari yang memanggang kulit dan wajahnya.

Lantas Bupati yang lebih dikenal dengan Abusyik ini pun kembali menyulusuri sumur warga di kawasan dusun Bunga Pandan, di gampong Pasi Rawa, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, Sabtu (26/01) pekan lalu.

“Kuraaas, lumpurnya di kuras semua,” pinta Abusyik, seraya memberi aba-aba kepada relawan yang sedang bergelut dengan lumpur.

Abusyik terus memandu proses modifikasi sumur warga. Abusyik juga ingin memastikan agar bongkahan batu karang yang ia datangkan dari pegunungan sekitar Pidie itu tersusun apik di tepian cincin sumur.

“Bongkahan karang ini bisa menetralkan kadar air asin, dan juga berfungsi mengembalikan unsur hara tanah,” terang Abusyik.

Sebelumnya, batuan besar dihancurkan menjadi dua ukuran yang berbeda. Lalu disusun berlapis di dasar sumur, berturut-turut di atasnya batuan yang agak kasar, kemudian bongkahan batu kasar.

Aksi yang dilakukan bersama warga dan para relawan “Pidie Meusigrak” itu merupakan ikhtiar yang sedang dikembangkan untuk memecahkan persoalan atau ancaman krisis air bersih di kawasan pesisir Pidie. Selain memodifikasi sumur warga, tahapan ujicoba juga dilakukan pada lahan tambak masyarakat. “Ini masih bagian dari uji coba atau percontohan,” jelasnya.

Bupati Roni Ahmad bersama jajaran Forkopimda Pidie melakukan penanaman mangrove secara simbolis di gampong Neuheuen, Batee, Pidie. (Ridha)

Menurut Abusyik, teknik ‘mengubah’ air asin atau air lagang menjadi tawar seperti yang telah ia praktikkan di gampong Pasi Rawa adalah solusi murah untuk mengatasi kebutuhan air bersih yang layak dikonsumsi, terutama bagi warga pesisir pantai.

Apalagi metodenya cukup sederhana, ramah lingkungan, dan jauh lebih murah dibandingkan dengan pengadaan sumur bor (artesis) atau metode penyaringan.

Tak bisa dipungkiri bahwa persoalan air bersih layaknya ‘penyakit’ menahun bagi warga gampong Pasi Rawa dan sekitarnya. Hal ini diakui oleh Basri, penduduk Pasi Rawa yang juga tokoh pemuda setempat.

Basri mengatakan, sedari dulu sumur di kampung mereka sudah berasa asin. Harapan bisa mendapatkan air bersih pun masih terus berlanjut, salah satu cara yakni dengan sumur bor.

“Pasca tsunami, memang ada NGO asal German dan dari Negara Australia yang melakukan teknik pengeboran. Namun, sumber airnya tidak juga jernih, warnanya kekuning-kuningan dan rasanya tetap asin,” ungkap mantan kombatan GAM Wilayah Pidie ini.

Ya, persoalan pelik yang sering dihadapi oleh masyarakat pesisir adalah menemukan sumber air bersih.

Bupati Pidie Roni Ahmad mengaku, setiap menyambangi warga pesisir, pihaknya kerap mendapati keluhan warga terkait krisis air bersih. Padahal air adalah sumber kehidupan. Masyarakat, sebut Abusyik, sudah lama berharap Pemkab Pidie bisa menyediakan sumber air bersih sehingga rakyat bisa memasak, cuci pakaian, berwudhuk, mandi wajib dan mencuci hadast besar seperti lazimnya penduduk di gampong lain.

Bupati Roni Ahmad memandu relawan ‘Pidie Meusigrak’ menguras sumur warga di gampong Pasi Rawa, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie.

Bahkan suatu ketika sang nahkoda Pidie ini mengaku batinnya terenyuh. “Hati Abusyik seperti dicabik-cabik, karena masyarakat mengatakan kehadiran Bupati jangan hanya (sekedar) silaturahmi, tapi harus mampu memecahkan persoalan air bersih,” terang Roni Ahmad.

“Dari situlah saya berpikir keras agar bisa segera mewujudkan kebutuhan air bersih bagi masyarakat pesisir. Nah, hari ini masyarakat kita di gampong Pasi Rawa, Alhamdulillah sudah bisa menikmati air bersih,” pungkas Abusyik, sumringah.

Kini warga semakin lega, mereka tak lagi rumet memikirkan ancaman krisis air tawar atau sumber air bersih. “Kami sangat lama berharap air bersih. Alhamdulillah ini seperti keajaiban,” kata Siti Safura, ibu rumah tangga, yang berdomisili di gampong Pasi Rawa.

Siti Safura (35) mengatakan, dirinya sejak lahir dan menetap di Pasi Rawa mengkonsumsikan air lagang. Namun kini air sumurnya berubah jernih. Ia pun mengaku gembira bisa menikmati air bersih untuk keperluan mandi, masak dan mencuci.

“Dulu kalau masak nasi nampak kuning nasinya, sekarang sudah jernih. Malah beberapa hari yang lalu saya memandikan anak saya yang kulitnya gatal-gatal, terus esoknya kulit dia terkelupas. Saya sempat khawatir juga karena seperti melepuh, tapi setelah beberapa hari kemudian penyakit kulit anak saya sembuh,” ucap ibu tiga anak ini, sambil menunjukkan posisi sumur yang berjarak sekitar 3 meter dari dapur rumahnya, di dusun Bunga Pandan, Pasi Rawa.

Hal yang sama juga dituturkan oleh Jufri alias Wak Jack, sekaligus mengungkapkan suasana hati dengan ikhtiar sang Bupati yang berhasil ‘menyulap’ air asin menjadi tawar dan layak untuk di minum.

Dulu, sambung Jufri, mandi dengan sabun pun tidak terasa menggunakan sabun, karena sabun yang digosokkan ke badan tidak berbusa sehingga seperti mandi tanpa sabun. “Sekarang saya sudah bisa keramas rambut dengan air jernih dan menggogok gigi, biar putih cemerlang,” ujarnya, terkekeh.

Melestarikan Ekosistem Hutan Bakau

Sebelumnya, pada Selasa (22/01/2018) lalu, Bupati Pidie bersama unsur Forkopimda melakukan penanaman manggrove secara simbolis di gampong Neuheuen, Kecamatan Batee.

Aksi penghijauan yang merupakan bagian dari implementasi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 12 tahun 2018 ini diharapkan dapat mempercepat terciptanya hutan mangrove yang nantinya memberikan manfaat bagi ekosistem di wilayah pesisir Pidie dan sekitarnya.

Menurut Abusyik, mangrove atau hutan bakau merupakan ekosistem kaya karbon yang mampu mencegah pelepasan emisi karbon ke udara. Mangrove juga merupakan daerahnya biota laut, mencari makan sekaligus tempat populasi ikan berkembang.

Untuk jangka panjang, ungkap Abusyik, diharapkan dapat menginspirasi dan mengedukasi masyarakat untuk lebih serius menyelamatkan habitat mangrove sebagai tempat perlindungan bagi satwa air, rumah bagi burung laut, dan juga berfungsi sebagai penahan gelombang pasang, mencegah abrasi dan erosi pantai.

“Yang pasti, program ini melibatkan lintas sektoral dan masyarakat secara luas, karena itu saya mengajak masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup untuk bersinergi memperkuat program-program ekologi dan kampanye penyelamatan mangrove,” pinta orang nomor satu di Pidie ini.

Ya, merawat ekologi, konservasi, dan pelestarian lingkungan hidup memang menjadi perhatian Bupati Roni Ahmad akhir-akhir ini. Program ini, sebut Abusyik, akan di integrasikan dengan “Gerakan Pidie kembali ke Pertanian Organik” yang juga ditempatkan sebagai salah satu pilar pendukung pembangunan Pidie, yang beriringan dengan pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi masyarakat.

Sejatinya, tegas Abusyik, pembangunan Pidie adalah pembangunan dari rakyat untuk rakyat. Pembangunan Pidie adalah pembangunan bersama-sama, maju bersama, dan sejahtera bersama-sama. Semoga!. [Ridha]

Related posts