MA Tolak Gugatan Eksekusi Hukum Cambuk di Lapas

Ilustrasi.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Gugatan mantan ketua DPR Aceh, Tgk Muharuddin soal eksekusi hukuman cambuk di dalam lapas ditolak Mahkamah Agung (MA).

Penolakan itu tercantum dengan Nomor 39 P/HUM/2018, diputuskan setelah permusyawaratan MA pada Kamis tanggal 27 September 2018 lalu.

“Menyatakan permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang dari pemohon Tgk H Muharuddin, tidak diterima,” kata Ketua Majelis Hakim, Dr H Supandi dalam putusannya yang dikutip melalui website resmi MA, Senin (4/1).

Menurut MA, dalam putusannya, jika terdapat penyimpangan dalam
pelaksanaan Qanun Aceh, maka upaya yang dapat dilakukan oleh DPR Aceh sebagai bagian dari penyelenggara Pemerintahan Aceh adalah dengan menggunakan mekanisme pengawasan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dengan menggunakan hak interpelasi, hak angket atau hak menyatakan pendapat.

MA juga menimbang bahwa dengan mendasarkan pada Pasal 31 ayat (2) UU Nomor 3 Tahun 2009 dan kaidah hukum beberapa putusan hak uji materiil tentang syarat kedudukan hukum (legal standing), pemohon tidak memenuhi kualifikasi.

“Menurut Mahkamah Agung, Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk
mengajukan permohonan a quo,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut, maka permohonan pengujian peraturan perundang-undangan dinyatakan tidak diterima.

Selain ditolaknya permohonan uji materil, MA juga menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp
1 juta.

Sebelumnya Irwandi Yusuf telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2018, tentang pelaksanaan hukum acara Jinayat, atau eksekusi cambuk akan dilaksanakan di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Namun, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) belum mengakui peraturan tersebut karena dianggap tidak merujuk pada Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2018 tentang pelaksanaan hukum acara jinayah. Sehingga, DPRA bersepakat untuk menggugat pergub tersebut ke Mahkamah Agung untuk segera dicabut. [Randi]

Related posts