Tapak Tilas Seputar Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI di Aceh

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) mengelar tapak tilas seputar peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Aceh, dengan lawatan dibeberapa lokasi peninggalan bersejarah di Banda Aceh, Sabtu (24/8).

Direktur PDIA, Mawardi Umar mengatakan tapak tilas tersebut diikuti sebanyak 140 orang terdiri dari siswa se-Banda Aceh dan Aceh Besar, Mahasiswa dari beberapa jurusan serta guru.

Dengan tujuan untuk memperkenalkan kembali kepada generasi muda, agar nantinya bisa berbagi pemahaman tentang sejarah terkait peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Aceh.

“Meskipun Proklamasi dilakukan di Jakarta, namun efek di Aceh sangat berdampak besar, karena sebelumnya ada banyak peristiwa yang terjadi di Aceh saat memperjuangkan kemerdekaan,” kata Mawardi di Banda Aceh.

Maka sambung Mawardi, tapak tilas untuk ketiga kalinya ini, PDIA mencoba lawatan dimulai dari gedung PDIA menuju kebeberapa lokasi bersejarah seperti Gedung Baperis (Gedung Juang), Tugu Proklamasi Kemerdekaan, Hotel Aceh, Atjeh Bioskop (Garuda Theater), Lapangan Blang Padang dan Lapangan Terbang Lhoknga.

“Kegiatan ini rutin lakukan PDIA setiap tahunnya dan kali ini kita mengambil seputar peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di Aceh karena ini masih bulan Agustus sesuai momentumnya,” katanya.

Mawardi berharap, kegiatan tapak tilas ini mampu mengangkat kembali sejarah yang mulai terpendam tersebut. Sebab kata dia, peristiwa Proklamasi di Aceh tidak kalah pentingnya dengan di Jakarta dan jarang masyarakat yang tahu, bagaimana dasyatnya masyarakat Aceh dalam memperjuangkannya.

“Kalau tidak ada situs peninggalannya bagaimana kita bicara bahwa orang Aceh itu hebat dulunya, maka sudah saatnya generasi ini menjaganya,” tutur Mawardi.

Selain itu Mawardi juga meminta kepada guru yang membidangi ilmu sejarah agar lebih kreatif, dan melakukan sistem pendekatan terkait pengenalan situs bersejarah kepada peserta didiknya.

“Sudah saatnya menerapkan sistem pembelajaran dilapangkan minimal sekali harus ada dalam satu semester agar mereka lebih paham bukan hanya menghayal bagaimana sejarah Aceh itu sendiri,” pintanya.

Selain itu dirinya mengakui literasi sejarah Aceh selama ini mulai jarang dibahas. Ia khawatir nantinya ditakutkan akan dilupakan oleh generasi selanjutnya. Padahal katanya, sejarah itu berlanjut dan saling berhubungan.

“Maka itu tugas kita bersama untuk terus menjaga dan mengingatnya kembali, kita sekarang ada karena berkaitan dengan  kehidupan masa lalu,” ujarnya.

“Sejarah bukan anggan-anggan, artinya punya dunia lain, tapi sejarah merupakan yang sebenarnya ada sama kita. Belajar sejarah itu menyenangkan cuma bagaimana cara mengemasnya saja,” ujarnya lagi.

Sementara itu Muzammil salah satu siswa yang mengikuti tapak tilas mengaku sangat kagum, tentang perjuangan rakyat Aceh dulunya setelah melihat langsung bagaimana peninggalan bersejarah yang ada di Aceh.

“Kalau seperti ini saya lebih karena melihat langsung dan bisa membanyangkannya dengan detail, ini sebelumnya saya hanya mendengar apa yang dijelaskan sama guru disekolah, seperti mengahayal dan mendengar cerita dongeng, padahal sebenarnya fakta,” pungkasnya. [Fahziam Aldevan]

Related posts