Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin, menilai kebijakan penerapan jam malam di Aceh untuk menhadapi pandemi Covid-19 tidak tepat. Menurutnya, jam malam terkesan menimbulkan nostalgia traumatik pada masa konflik yang pernah terjadi di Aceh.
“Bagi generasi kami, ingatan tersebut masih sangat kuat membekas. Ini beban psikologis yang harusnya dipertimbangkan saat akan ditempuh kebijakan pemberlakuan jam malam saat ini,” kata Taqwaddin, Kamis (2/4).
Masa lalu di Aceh, kata dia jam malam diberlakukan dalam darurat sipil, yang kemudian meningkat menjadi darurat militer karena keadaan bahaya menghadapi Gerakan Aceh Merdeka. “Tetapi sekarangkan situasinya beda. Yang kita hadapi bukan pemberontakan, tetapi pandemi wabah virus corona yang mendunia,” ucapnya.
Menurut Taqwaddin, pemberlakuan jam malam dalam darurat sipil di daerah, memposisikan pemerintah daerah sebagai penguasa, karena memiliki legalitas untuk bertindak represif kepada warganya.
TNI dan Polri di Banda Aceh Diturunkan, Awasi Warga yang Masih Keluyuran Malam https://t.co/Bxm4i9nflG pic.twitter.com/6JglN8CahT
— KANAL ACEH (@kanalaceh) March 29, 2020
Menghindari itu, Presiden pun belum memberlakukan darurat sipil. Tetapi yang diputuskan sebagai kebijakannya saat ini adalah pemberlaku darurat kesehatan masyarakat. “Sebelum terjadinya kesan “melawan” pusat, sebaiknya kebijakan pemberlakuan jam malam dicabut,” ujarnya.
Pemerintah Aceh, kata dia lebih baik mengikuti kebijakan yang sudah digariskan oleh pemerintah pusat. Dengan kemampuan Dana Otsus yang Aceh miliki saat ini, maka refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 bisa dioptimalkan.
Sementara itu, salah seorang warga Banda Aceh, Afiffudin, menilai jam malam tidak ada urgensinya dengan memutus penyebaran virus corona di Aceh, selama pintu perbatasan tidak dijaga ketat dan sosialisasi hidup sehat tidak gencar dilakukan.
“Apakah virus corona itu hanya waktu 20:30 WIB-05:30 WIB saja berkeliaran? Sementara siang tidak? Ini kebijakan aneh ditengah wabah corona. Ini sudah seperti darurat militer jaman Aceh konflik dulu,” ujarnya. [Randi/rel]