Update Covid-19 Aceh: ODP Capai 1003 Orang

Juru Bicara Pemerintah Aceh untuk Covid-19, Saifullah Abdulgani. (ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) —Juru Bicara Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, atau SAG, kembali meng-update informasi Percepatan Penanggulangan Covid-19 Aceh, per tanggal, 2 April 2020, pukul 15.00 WIB, yang merupakan akumulasi kasus yang dilaporkan Gugus Tugas dari 23 kabupaten/kota.

Jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) Aceh hingga hari ini tercatat sebanyak 1003 kasus. Ada penambahan sebanyak 110 kasus dibandingkan kemarin, 893 kasus. ODP yang telah selesai pemantauan sebanyak 192 kasus, dan 811 ODP lainnya masih dalam proses pemantauan petugas kesehatan.

Sementara itu, jumlah Pasien dalam Pengawasan (PDP), lanjutnya, tercatat 49 kasus. Ada penambahan empat kasus dibandingkan kemarin, 45 kasus.


Jumlah PDP yang dirawat di rumah sakit rujukan provinsi maupun kabupaten/kota sebanyak 12 kasus—termasuk 4 kasus PDP konfirmasi positif, yang dirawat di RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh. Sedangkan PDP yang pulang dan sehat sebanyak 37 kasus.

Lebih lanjut SAG menjelaskan, jumlah PDP konfirmasi Positif seluruhnya di Aceh masih tetap, sebanyak 5 kasus, yakni 4 kasus masih dalam perawatan Tim Medis RSUZA Banda Aceh, dan satu PDP konformasi Positif telah meninggal dunia.

Sementara satu kasus PDP lain yang meninggal dunia merupakan PDP konfirmasi Negatif, sebagaimana hasil laboratorium dari Balitbangkes, Kementerian Kesehatan RI, yang dilaporkan kemarin.

“Alhamdulillah, tidak ada laporan penambahan PDP konfirmasi Positif hari ini,” ujar SAG. [Randi/rel]

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwaddin, menilai kebijakan penerapan jam malam di Aceh untuk menhadapi pandemi Covid-19 tidak tepat. Menurutnya, jam malam terkesan menimbulkan nostalgia traumatik pada masa konflik yang pernah terjadi di Aceh. “Bagi generasi kami, ingatan tersebut masih sangat kuat membekas. Ini beban psikologis yang harusnya dipertimbangkan saat akan ditempuh kebijakan pemberlakuan jam malam saat ini,” kata Taqwaddin, Kamis (2/4). Masa lalu di Aceh, kata dia jam malam diberlakukan dalam darurat sipil, yang kemudian meningkat menjadi darurat militer karena keadaan bahaya menghadapi Gerakan Aceh Merdeka. “Tetapi sekarangkan situasinya beda. Yang kita hadapi bukan pemberontakan, tetapi pandemi wabah virus corona yang mendunia,” ucapnya. Menurut Taqwaddin, pemberlakuan jam malam dalam darurat sipil di daerah, memposisikan pemerintah daerah sebagai penguasa, karena memiliki legalitas untuk bertindak represif kepada warganya. Menghindari itu, Presiden pun belum memberlakukan darurat sipil. Tetapi yang diputuskan sebagai kebijakannya saat ini adalah pemberlaku darurat kesehatan masyarakat. “Sebelum terjadinya kesan “melawan” pusat, sebaiknya kebijakan pemberlakuan jam malam dicabut,” ujarnya. Pemerintah Aceh, kata dia lebih baik mengikuti kebijakan yang sudah digariskan oleh pemerintah pusat. Dengan kemampuan Dana Otsus yang Aceh miliki saat ini, maka refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 bisa dioptimalkan. selanjutnya baca di www.kanalaceh.com #bandaaceh #acehbesar #acehjaya #acehbarat #naganraya #abdya #acehselatan #subulussalam #acehsingkil #pidie #pidiejaya #bireuen #acehutara #lhokseumawe #acehtimur #langsa #acehtamiang #gayolues #acehtengah #benermeriah #sabang #jammalam #cegahcorona #antisipasi #covid_19 #kebijakan #danaotsus #masakonflik #pemerintah #refocusing

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kanal Aceh (@kanalacehcom) pada

Related posts