Di Depan Buruh, DPRA Nyatakan Siap Menolak Investor Jahat di Aceh

Aksi damai Aliansi Buruh Aceh di DPR Aceh. (Foto: Dani Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Komisi V DPRA yang membidangi ketenagakerjaan menolak investor jahat di Aceh atau yang ingin menguruk keuntungan semata di Tanah Rencong.

“Kita cinta terhadap investor tapi bukan investor yang jahat,” kata Ketua Komisi V DPRA M Rizal Falevi Kirani didampingi anggota Komisi V Irpannusir saat menerima aksi dari Aliansi Buruh Aceh di halaman Kantor DPRA, Selasa (20/9).

Hal itu disampaikan berdasarkan laporan, bahwa banyaknya investor atau perusahaan yang menjatuhkan PHK kepada pekerja dan tidak memenuhi hak-hak pekerja, seperti upah yang layak serta tidak membayar Tunjangan Hari Raya (THR).

Politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini menyebutkan, pihaknya sudah menyampaikan kepada pemerintah agar para investor di Aceh menghargai keadilan, adat istiadat Aceh dan qanun di Aceh.

“Kami DPRA sudah berapa kali menyampaikan kepada pemerintah, setiap ada investor atau perusahaan wajib menaati qanun Aceh di samping undang-undang,” tegasnya.

Laporan yang diterima Komisi V DPRA, ada beberapa perusahan di Aceh Singkil, Subulussalam dan Aceh Selatan yang sedang bermasalah dengan pekerja. Oleh karena itu pihaknya meminta kepada pekerja menyampaikan perusahaan mana saja yang nakal.

Selanjutnya, pihaknya akan memanggil dan akan turun ke daerah yang bermasalah guna meluruskannya. Tentunya dalam hal ini, kata Falevi, pemerintah harus hadir untuk menyelesaikannya.

“Tidak boleh stagnan, pemerintah harus ada solusi dan tidak boleh menzalimi rakyat Aceh. Apabila ada yang menzalimi, maka DPRA akan berdiri di depan dan berhadapan dengan siapapun itu,” tegasnya.

Terkait kenaikan upah, pihaknya memastikan tahun 2023 Upah Minimum Provinsi (UMP) naik. Tentunya juga harus sesuai dengan kemampuan dan perundang-undangan yang ada.

“Tidak mungkin upah pekerja Aceh di bawah standar upah minimum nasional. Makanya revisi Qanun Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan sebuah keharusan demi kesejahteraan rakyat Aceh,” tutupnya.

Sebelumnya, puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh meminta DPRA dan Gubernur Aceh untuk mengeluarkan petisi atau penolakan omnibus law serta aturan turunan di bawahnya karena inkonsitusional.

Menurutnya, regulasi pemerintah melalui UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) beserta aturan turunnya juga berdampak sangat tidak baik bagi pekerja, karena regulasi yang baru ini justru membuat pekerja semakin tidak sejahtera.

Selain itu, massa juga meminta DPRA segera merevisi Qanun Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Ketenagakerjaan. Di samping upah dan Ketenagakerjaan pihaknya juga membawa isu umum seperti menolak kenaikan harga BBM.

Related posts