Lewat TIME, Farwiza Farhan Ingin Hutan Leuser Dikenal Seperti Amazon

Ketua HAkA, Farwiza Farhan. (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Aktivis lingkungan sekaligus konservasionis hutan Farwiza Farhan yang masuk dalam daftar ‘TIME100 Next 2022’ berkeinginan agar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) bisa terkenal dan diketahui orang layaknya Hutan Amazon di Amerika, Kongo Basin di Kongo dan Daintree Forest di Australia.

Sejauh ini, kata Wiza sapaan Farwiza Farhan, hanya segelintir masyarakat di Indonesia yang mengetahui keberadaan bahkan adanya hutan Leuser dari satu-satunya hutan lindung yang memiliki empat satwa dilindungi sekaligus hidup berdampingan seperti badak, harimau, orang utan dan gajah.

Jika berbicara landscape areal hutan lindung di seluruh dunia, masyarakat hanya mengetahui hutan Amazon hingga tau lokasinya dimana. Sementara hutan Leuser, kata Wiza, sama sekali banyak yang tidak mengetahuinya.

Baca: Aktivits Lingkungan Aceh Farwiza Kaget Saat Tau Masuk Daftar Sosok Inspiratif TIME

“Kita bicara soal Amazon, semua orang tahu Amazon itu dimana, Kongo Basin, Daintree Forest di Australia. Bahkan kita hampir tidak pernah mendengar Kawasan Ekosistem Leuser itu dimana sih? bahkan banyak orang Indonesia itu tidak tahu Leuser itu dimana,” ujar Farwiza , Kamis (29/9).

Untuk itu dengan adanya publikasi dari Majalah TIME, ia berharap akan banyak orang yang mengetahui hutan Leuser dan flora fauna yang hidup di dalamnya. Sehingga, mereka tergerak untuk melestarikan dan menjaga hutan lindung terluas di Indonesia tersebut.

“Jadi dengan publikasi oleh TIME saya berharap akan lebih banyak orang yang kenal dan jatuh cinta dengan kawasan ekosistem Leuser, istilahnya itu tidak kenal maka tak sayang, kalau tak sayang mana ada keinginan untuk melindungi,” ucapnya.

Farwiza Farhan merupakan Ketua Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) organisasi nirlaba yang fokus pada konservasi, perlindungan, dan pemulihan ekosistem Leuser di Aceh.

Farwiza bekerja pada aspek kebijakan dan advokasi. Ia berfokus untuk meningkatkan akses dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan dan mata pencaharian mereka.

Perempuan kelahiran Banda Aceh, 1 Mei 1986 ini menempuh pendidikan sarjana sains dengan studi biologi kelautan dari Universiti Sains Malaysia. Ia kemudian menempuh pendidikan Magister Manajemen Lingkungan di The University of Queensland, Australia, pada 2009-2010.

Lalu, Farwiza melanjutkan studi doktor Antropologi Budaya dan Studi Pembangunan Universitas Radboud sejak 2013 serta studi antropologi di Universitas Amsterdam dari 2016 sampai sekarang.

Farwiza telah meraih sejumlah penghargaan, yakni penghargaan National Geographic Wayfinder Award 2022, pemenang Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021, TED Fellow 2021, Future for Nature Award 2017, serta Whitley Award 2016.

Related posts