Gayo Lues (KANALACEH.COM) – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G (K) memberikan perhatian khusus kepada Kabupaten Gayo Lues yang merupakan daerah dengan prevalensi stunting tertinggi di Provinsi Aceh.
Dalam rangkaian kunjungan kerja percepatan penurunan stunting di Provinsi Aceh yang merupakan satu dari 12 provinsi prioritas, Hasto Wardoyo berdialog dengan jajaran forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) se-Kabupaten Gayo Lues, Jumat (13/01/2023) di aula kantor Pemkab Gayo Lues.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 angka prevalensi stunting Gayo Lues 42,9 persen. Prevalensi stunting di kabupaten berjuluk Seribu Bukit tertinggi dibandingkan 22 kabupaten dan kota lain di Aceh. Prevalensi stunting Provinsi Aceh rata-rata adalah 33,2 persen.
Plt Sekretaris Daerah Gayo Lues Irwansyah mengatakan, Pemkab Gayo Lues telah melakukan berbagai upaya mempercepat turunkan stunting, seperti melaksanakan rembuk stunting dan melakukan audit kasus stunting.
Selain itu kata Irwansyah, pihaknya telah melakukan program Bapak Asuh Anak Stunting.
“Kami meminta seluruh organisasi perangkat daerah di Kabupaten Gayo Lues untuk menjadi Bapak Asuh Anak Stunting,” kata Irwansyah.
Kendati demikian, Irwansyah mengatakan ada kendala yang menyebabkan stunting di kabupaten yang berada di kaki Gunung Leuser ini punya prevalensi stunting tinggi.
“Kendalanya terkait pola pikir masyarakat terhadap pola asuh dan pemberian asupan makanan. Tingkat pendidikan juga masih rendah,” ujar Irwansyah.
Menurut Irwansyah, angka pernikahan dini di daerah berhawa sejuk dan kerap ditutupi kabut ini juga tinggi dan tingkat kemiskinan yang juga tinggi.
“Mungkin, apa yang telah kami lakukan ini belum tepat untuk menurunkan stunting. Karena itu kami memohon arahan dan bimbingan untuk menurunkan stunting di Kabupaten Gayo Lues,” ujar Irwansyah.
Dalam arahannya, Hasto mengatakan agar Pemkab Gayo Lues memprioritaskan keluarga-keluarga muda dalam upaya mempercepat penurunan stunting dan mencegah lahirnya bayi-bayi stunting yang baru.
Hasto juga menjelaskan pentingnya membangun kualitas sumber daya manusia sebab generasi saat ini akan menjadi pemimpin masa depan bangsa Indonesia.
“Keluarga muda harus jadi prioritas dalam percepatan penurunan stunting, sesuai arahan dan pesan Bapak Presiden. Karena itu pendampingan terhadap keluarga-keluarga muda di Gayo Lues harus jadi prioritas utama,” kata Hasto.
Pendampingan kepada keluarga muda itu menurut Hasto, masuk dalam strategi pencegahan stunting dari hulu. Hal ini bisa dilakukan melalui sejak tiga bulan sebelum pernikahan dan juga pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga kepada pasangan usia subur.
Pelayanan KB dan penggunaan alat kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur (PUS), jelas Hasto memiliki pengaruh signifikan terhadap percepatan penurunan stunting.
Hasto juga megatakan bahaya dari pernikahan muda dan kehamilan di usia remaja. Karena itu, untuk mengatasi pernikahan di usia muda maka Pemkab Gayo Lues harus bekerja sama dengan sekolah-sekolah, kantor Kementerian Agama, dan para ulama.
Hasto optimistis, Kabupaten Gayo Lues mampu menurunkan stunting.
“Saya optimistis, Kabupaten Gayo ini mampu menurunkan stunting. Kabupaten Gayo Lues adalah lumbung pangan. Maka dengan mengubah pola pikir dan perilaku dari masyarakat, maka stunting bisa diturunkan dan bisa dicegah lahirnya bayi-bayi stunting baru,” jelas Hasto seraya menyebutkan pentingnya meningkatkan kualitas sumber pangan padi berupa fortifikasi penanaman padi di sawah.
Kabupaten Gayo Lues berpenduduk 101.061 jiwa. Dari 11 kecamatan dan 148 desa atau gampong, penduduk paling banyak tinggal di Kecamatan Blangkejeren yang merupakan ibukota Kabupaten Gayo Lues.
Berdasarkan hasil Pendataan Keluarga (PK) tahun 2021 yang telah dimutakhirkan BKKBN pada 2022, di Kabupaten Gayo Lues terdiri dari 23,980 keluarga. Dari jumlah itu, keluarga berisiko stunting sebanyak 12.292 keluarga.
Pada 2023 ini, Kabupaten Gayo Lues menerima dana Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) dari BKKBN sebesar Rp6,4 miliar yang diperuntukan untuk program fisik Rp1,5 miliar dan Rp4,9 miliar.