Hilal Tak Terlihat di Aceh, Pemerintah Tetapkan Awal Ramadhan 12 Maret

Hilal tak terlihat di Aceh
Proses menentukan hilal. (Kanal aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh Azhari dan jajaran ikut dalam pemantauan awal Bulan Suci Ramadhan di Observatorium Hilal Tgk Chiek Kuta Karang Lhoknga, Aceh Besar, Minggu (10/3).

Dalam pemantauan hilal, posisi hilal yang sangat rendah yaitu masih di bawah 1 derajat, maka hilal sulit untuk dilihat. Dan Sya’ban, jelasnya, digenapkan menjadi 30 hari dan 1 Ramadhan akan jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.

Azhari, juga mengajak dan mengimbau umat Islam agar terus meningkatkan ukhuwah dalam menyikapi potensi perbedaan awal puasa.

Kakanwil didampingi para Kabid, para Kakankemenag, jajaran, dan undangan sampaikan bahwa hilal penetapan 1 Ramadhan 1445 Hijriah tidak terlihat di provinsi paling barat Indonesia ini, juga sempat tertutup awan.

Kakanwil menjelaskan, bahwa hilal tidak terlihat di Aceh hingga waktu rukyat selesai pada pukul 18.56 WIB.

“Hilal sore hari di tanggal 29 Sya’ban 1445 H sudah di atas ufuk dengan data di Markaz Lhoknga, pada posisi 0,83 derajat di atas ufuk dan elongasi 1,93 derajat,”

“Dengan posisi hilal yang sangat rendah yaitu masih di bawah 1 derajat (beberapa provinsi di wilayah timur masih minus di bawah ufuk) maka hilal sulit untuk dilihat dan kemungkinan besar Sya’ban akan digenapkan 30 hari dan 1 Ramadhan akan jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024,” imbuhnya.

1 (satu) Ramadan 1445 H, sebut Kakanwil, ditetapkan setelah sidang istbat berdasarkan laporan hasil rukyat seluruh Indonesia oleh Menteri Agama pada tanggal 10 Maret 2024 pukul 19.00 WIB melalui siaran televisi nasional.

Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H/2024 M jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024. Penetapan ini didasarkan pada keputusan sidang isbat (penetapan) 1 Ramadhan 1445 H yang dipimpin Menteri Agama H Yaqut Cholil Qoumas di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin Nomor 6, Jakarta, Ahad malam, 10 Maret 2024.

“Sidang Isbat secara mufakat menetapkan 1 Ramadan 1445 H jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024,” ujar Menag dalam konferensi pers yang digelar usai Sidang Isbat Penetapan 1 Ramadan 1445 H.

Menurut Menag, sidang menyepakati keputusan tersebut karena dua hal. “Pertama, kita telah mendengar paparan Tim Hisab Rukyat Kemenag yang menyatakan tinggi hilal di seluruh Indonesia di berada di atas ufuk dengan ketinggian antara – 0° 20‘ 01“ (-0,33°) sampai dengan 0° 50‘ 01“ (0,83°),” kata Menag.

“Dengan sudut elongasi antara 2 derajat 15 menit 53 detik sampai dengan 2 derajat 35 menit 15 detik,” katanya.

Artinya, secara hisab posisi hilal di Indonesia saat sidang isbat awal Ramadan 1445 H, belum memenuhi kriteria baru yang ditetapkan MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Diketahui, pada 2021 Menteri Agama anggota MABIMS menyepakati kriteria baru yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.

Dengan posisi demikian, lanjut Menag, maka secara astronomis atau hisab, hilal tidak dimungkinkan untuk dilihat. Hal ini selanjutnya terkonfirmasi oleh pernyataan para perukyah yang diturunkan Kemenag.

Pada tahun ini, rukyah dilaksanakan Kemenag di 134 titik di Indonesia.

“Kita mendengar laporan dari sejumlah perukyah hilal yang bekerja di bawah sumpah, mulai dari Aceh hingga Papua. Di 134 titik tersebut, tidak ada satu pun perukyah dapat melihat hilal,” ujar Menag yang didampingi Wakil Menteri Agama H Saiful Rahmat Dasuki SSi MSi, Ketua Komisi VIII DPR Dr H Ashabul Kahfi MAg, Ketua MUI KH Abdullah Jaidi, dan Dirjen Bimas Islam Prof Dr Phil Kamaruddin Amin MA.

Karena dua alasan tersebut, Sidang Isbat menyepakati untuk mengistikmalkan (menyempurnakan) bulan Syakban menjadi 30 hari sehingga 1 Ramadan 1445 H jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024.

“Dengan penetapan ini, kami berharap seluruh umat Islam dapat menjalankan ibadah puasa dengan penuh kekhusyukan,” tutur Menag.

Menanggapi adanya perbedaan penetapan awal Ramadan di masyarakat, Menag menyatakan ini merupakan hal yang wajar dan jangan sampai mengganggu ukhuwah atau persaudaraan.

“Ada perbedaan itu lumrah. Tetap saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai toleransi sehingga tercipta suasana kondusif,” sambung Menag.

Related posts