Presiden Joko Widodo merevisi PP 27/1982 yang telah berusia 32 tahun

Jakarta (KANAL ACEH) – Aturan ganti rugi korban salah tangkap/korban peradilan sesat tertuang dalam PP 27/1982 tentang Pelaksanaan KUHAP dan diundangkan oleh Presiden Soeharto pada 31 Desember 1983. Setelah itu, tidak ada satu pun rezim yang merevisi aturan tersebut. Pasca Soeharto tumbang, nilai ganti rugi ini tak pernah disentuh oleh pemerintah.

Tepat hari HAM Internasional yang jatuh hari ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) ganti rugi korban salah tangkap atau peradilan sesat. PP ini merevisi PP sejenis yang telah berusia 32 tahun lamanya.
Dalam PP Nomor 27/1983, korban salah tangkap atau peradilan sesat mendapatkan ganti rugi Rp 5 ribu hingga Rp 3 juta. Mendapati hal ini, Jokowi lalu menginisiasi untuk merevisinya pada awal November 2015. Kala itu, pemerintah berjanji akan merumuskan ulang ganti rugi sebelum matahari terbit di Hari HAM Internasional, atau hari ini.

Janji Jokowi tersebut pun ditepatinya. Pada 8 Desember 2015 malam, Presiden Joko Widodo menandatangani revisi tersebut dan diberi nomor PP 92 Tahun 2015. Secepat kilat, PP 92/2015 ini lalu diundangkan dalam Lembaran Negara dengan Nomor 290 dan Tambahan Lembaran negara 5772.

Berikut rincian ganti rugi korban salah tangkap/peradilan HAM sesuai PP 92/2015:

  1. Korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat diganti Rp 500 ribu hingga Rp 100 juta. (Sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 1 juta)
  2. Jika korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat luka/cacat maka diganti Rp 25 juta-Rp 100 juta. (Sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 3 juta)
  3. Jika korban ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat meninggal dunia, maka diganti Rp 50 juta-Rp 600 juta. (Sebelumnya Rp 5 ribu-Rp 3 juta).

Selain itu, revisi juga menyepakati beberapa hal penting yaitu:

  1. Permohonan gugatan: Diajukan maksimal 3 bulan sejak petikan atau salinan berkekuatan hukum tetap diterima.
  2. Eksekusi: Maksimal 14 hari uang ganti rugi harus cair sejak pengadilan pengaju mengajukan ke Kemenkeu. (Sebelumnya tidak dibatasi waktu sehingga bertahun-tahun lamanya eksekusi bisa dilaksanakan).

“Ini sesuai janji Pak Presiden, tepat sebelum Hari HAM Internasional, revisi PP ini diundangkan,” kata Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM, Prof Widodo Ekatjahjana, Kamis (10/12/2015).

Sumber: Detikcom

Related posts