Thailand, sehari dua kali mematung

Thailand, sehari dua kali mematung
Maulidia Adinda (Ist)

Oleh: Maulidia Adinda

Satu hal yang membuat saya takjub di Thailand ini adalah hampir semua tempat publik disediakan pengeras suara. Tentu saya semakin penasaran apa fungsi pengeras suara di mall, pasar, stasiun dan tempat umum lainnya. Ketika tengah berada di keramaian pasar, saya terkejut tiba-tiba semua orang berdiri dan menghentikan aktivitasnya.

Bule yang sedang berjalan pun ikut menghentikan jalannya. Orang yang sedang duduk langsung berdiri, para penjual menghentikan transaksi jual belinya, semua orang mematung. Semua orang yang berlalu lalang berhenti, mulai dari pejabat negara hingga rakyat jelata. Saya sebagai orang asing pun ikut berhenti dan berdiri dengan sikap sempurna.

Prosesi tersebut berlangsung dengan sangat natural. Mereka berdiri dengan penuh kesadaran tanpa ada yang mengomandoi. Tak ada polisi yang mengawasi juga Satpol PP yang memantau.

Aktivitas tersebut terhenti bukan tanpa alasan. Pada jam tersebut sedang diputar lagu kebangsaan Thailand. Lagu itu memancar lewat radio dan semua orang Thailand yang mendengarnya akan berdiri mematung dan mendengarkan dengan khidmat kecuali saya karena memang tidak paham artinya.

Fenomena tersebut merupakan hal yang luar biasa karena saya tidak pernah menemukannya di Indonesia. Apabila di tempat keramaian orang-orang tidak berdiri saat lagu ini dikumandangkan, bisa-bisa akan mendapat tuduhan penghinaan terhadap simbol-simbol negara.

Dalam sehari lagu kebangsaan Thailand yang bertajuk “Phleng Chat Thai” diputar sebanyak dua kali, yaitu setiap pukul 08.00 pagi dan pukul 18.00 petang. Betapa spesialnya lagu ini sehingga membuat suasana jadi hening sesaat.

Sangat berbeda dengan di Indonesia ketika lagu kebangsaan hanya dinyanyikan ketika upacara, seminar dan kegiatan-kegiatan kenegaraan dan tidak diperdengarkan di kehidupan sehari-hari.

Fenomena ini menunjukkan masyarakat Thailand sangat menjunjung tinggi simbol-simbol dan identitas negara dan sangat menghargai bangsanya. Hal ini membawa pada satu kesimpulan bahwa masyarakat Thailand memiliki jiwa nasionalisme yang sangat tinggi.

Sedikit merefleksikan diri sebagai bangsa Indonesia, bagaimana nasionalisme kita sebagai rakyat Indonesia. Sudahkah kita mencintai negara dan simbol-simbol negara? Saya melihat Indonesia sendiri belum memiliki skema pendidikan yang mapan bagaimana cara menghargai simbol-simbol negara.

Di lain hal saya juga membayangkan, Ibu Illiza sang Wali Kota Banda Aceh melakukan studi banding ke Thailand dan merasakan gelora kebangsaan. Kemudian kembali ke Banda Aceh beliau terinspirasi untuk memasang pengeras suara di tempat-tempat umum dan membuat kebijakan di sektor yang berbeda.

Semua orang wajib menghentikan aktivitasnya setiap kali azan berkumandang sebagaimana orang Thailand menghentikan aktivitas ketika lagu kebangsaan dikumandangkan. Jadi, setiap memasuki waktu salat, azan berkumandang secara serentak di Banda Aceh dan orang-orang mendengarkannya dengan khidmat.

Oh, mungkin dengan begini akan sangat terasa Banda Aceh sebagai ikon kota madani. []

*Penulis adalah delegasi ACSTF dalam program pendidikan perdamaian dan bahasa Melayu di Wilayah Naratiwat dan Pattani, Thailand Selatan.

Related posts