Semangat tentara Irak berpuasa di tengah pertempuran melawan ISIS

Polisi dari Provinsi Anbar dan jurnalis berbuka puasa bersama di Camp Tariq di luar Fallujah, Irak, Selasa, 7 Juni 2016. Operasi merebut Kota Fallujah terus berlanjut hingga Ramadhan. (AP)

Camp Tariq (KANALACEH.COM) – Sesaat sebelum matahari terbenam di Camp Tariq, tentara Irak yang kelelahan dan tentara yang baru pulang dari garis depan menyiapkan hidangan berbuka puasa di bulan suci Ramadan ini. Camp Tariq merupakan markas operasi dalam pertempuran merebut kembali Kota Fallujah yang dikuasai ISIS.

Di sebuah mes di komplek markas tersebut, makanan dalam wadah styrofoam dibagikan kepada prajurit saat matahari tenggelam. Sedangkan jenderal, mayor dan tentara berpangkat kolonel berkumpul di sekitar meja di aula mes.

Operasi membebaskan Fallujah, sekitar 65 kilometer di barat Banghdad, diumumkan pada 22 Mei dan masih berlangsung hingga Ramadan ini. Pertempuran itu terbukti bukan perkara mudah karena ISIS menguasai Fallujah jauh lebih lama dibanding kota lain di Irak. Kedua pihak mengatakan bulan suci ini berdampak signifikan.

Di sebuah tenda kamp dimana tentara tumpah ruah dalam operasi menggempur ISIS itu sekelompok petempur suku dari provinsi Anbar di mana Fallujah berada, menggelar karpet dan matras tipis di samping kendaraan tempur mereka. Di atas karpet itulah menu iftar diletakkan untuk berbuka.

Selama Ramadan, Muslim menahan diri dari makan atau minum dari fajar hingga tenggelamnya matahari. Baru-baru ini ulama berpengaruh Irak menekankan, orang yang berperang tidak perlu berpuasa jika mereka yakini hal itu akan mempengaruhi kemampuan di medan perang. Kendati demikian, banyak prajurit Irak yang tetap menjalankan ibadah puasa meski kondisinya berat dan teriknya sengatan matahari musim panas.

Penasihat Grand Mufti Mesir atau teolog Muslim Shawki Allam, Magdi Ashour, mengatakan hanya mereka yang bertempur melindungi negara atau berjuang demi negara boleh membatalkan puasa saat perang.

“Namun, mereka yang terlibat dalam aksi teror, pertumpahan darah, ketidakstabilan dan merobek perdamaian tidak bisa menggunakan hak tersebut. Ini adalah Ramadhan ketiga kami dalam perang ini,” ucap Kolonel Jamal Salih Latif dari Irak bersama dengan polisi Anbar.

Saat ini, tahun lalu, operasi merebut provinsi Anbar yang luas dari ISIS diumumkan. Setelah penundaan beberapa bulan, pasukan Irak mulai membuat kemajuan penting pada Desember. Saat itu ISIS terdesak dari Ramadi, Ibu Kota Anbar.

Latif mengatakan tiap tahun, pertempuran melawan ISIS memiliki makna besar saat bulan suci karena hampir semua pria berpuasa, kecuali mereka yang sakit. Banyak dari pasukan Irak yang lebih tradisional yang terikat identitas agama atau adat, mengatakan mereka berencana tetap beribadah shaum satu bulan penuh. Pasukan yang lebih tradisional ini, misalnya polisi Anbar atau pejuang syiah.

Di antara pasukan kontraterorisme elite Irak, pejuang di garis depan hanya sedikit yang berpuasa karena intensnya operasi yang mereka lakukan.

Di markas militer yang disebut Camp Fallujah oleh tentara Amerika, sebuah masjid menyerukan panggilan shalat dan polisi Anbar membagikan kurma, jus manis dan sup. Sambil menikmati makanan mereka berbagi teori bagaimana ISIS didukung kekuatan kawasan, dan mengapa hal itu membuat kelompok radikal tersebut sangat sulit dikalahkan pasukan Irak.

Sebuah unit tentara kontraterorisme pusat operasi terdekat menyantap nasi dan kacang di wadah piring styrofoam sambil lesehan. Di ruangan sempit itu, para pria melepas lelah. Senjata mereka letakkan di tempat khusus sebelum menikmati makanan mereka.

Hanya beberapa pria yang berpuasa hari itu, namun mereka semua tetap berkumpul saat iftar. Saat makan, mereka membahas rumor terbaru, yakni ISIS menempatkan penembak jitu perempuan di Fallujah.

“Nama mereka Hiba dan Haja. Kami menewaskan satu dari mereka dan yang satunya sedang hamil,” kata seorang pria sambil makan. Seluruh orang di ruangan menganggukkan kepala tanda setuju.

Di sisi lain, ISIS memanfaatkan bulan suci sebagai pendorong moral petempur mereka. “Ini bulan terbaik untuk mati, saudara,” ISIS mengumumkan melalui radio satu hari sebelum Ramadhan dimulai.

Di tempat parkir penuh dengan polisi Anbar, ada jeda panjang ketika mereka ditanya apakah akan menjalani Ramadhan tahun depan dalam kondisi perang. Polisi yang lebih junior memandang polisi yang lebih senior. “Tidak, kami tidak akan. Insya Allah,” kata Latif. [AP/Republika]

 

Related posts