Tangisan ibu membuat remaja Aceh urung gabung ISIS di Suriah

Jumlah WNI terduga ISIS yang ditangkap di Turki terbanyak ke-2
Anggota ISIS. (Reuters)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Akbar, seorang remaja asal Aceh, nyaris menjadi pejuang ISIS saat bersekolah di Turki. Ia mengurungkan niatnya karena teringat tangisan ibunya yang tidak merestui kepergiannya.

Di sebuah kedai kopi di Susoh, Aceh Barat Daya pada November 2012, Teuku Akbar Maulana dan ayahnya bertemu seorang warga Turki yang menawarkan beasiswa di Turki.

Akbar yang pada saat itu akan masuk ke jenjang SMA, tertarik dan mendaftarkan dirinya. Akbar adalah seorang siswa cemerlang.

Dia sudah mendapatkan beberapa beasiswa, namun keinginannya untuk bersekolah di Turki membuatnya membatalkan semua beasiswa itu. Dia pun diterima di International Anatolian Mustafa Germirli Imam Khatip High School pada September 2013.

April 2014, layaknya remaja pada umumnya, Akbar menjadi ‘galau’ akan pencarian jati dirinya. Dia lalu mencoba mencari ‘penerimaan’ lewat media sosial Facebook.

Selama sekitar dua bulan dia menjalin komunikasi dengan seseorang yang mencoba menyebarkan konsep ISIS dengan membagikan banyak video penganiayaan dan pembunuhan di Suriah.

Tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah, Akbar pada saat itu meyakini bahwa sudah menjadi tugasnya untuk mambantu kaum Muslim yang ada di Suriah.

Namun, pada Juni 2014, tanpa sengaja Akbar bertemu dengan pengamat terorisme, Noor Huda Ismail, di sebuah warung kebab di Kayseri, Turki.

Noor Huda pernah mendapat ajaran radikalisasi di sebuah pesantren di Solo, Jawa Tengah.

Pola pikir kritis berhasil ‘melepaskannya’ dari ajaran yang didapatnya. Dia kemudian menjadi aktivis antiterorisme setelah mengetahui teman satu pesantrennya menjadi pelaku bom bunuh diri di Bali pada 2002.

Di situ Akbar menunjukkan foto selfie teman Facebooknya dengan membawa senjata.

Bagi Akbar, menenteng senjata terlihat sangat maskulin dan ‘eksis’. Bahkan, inilah salah satu alasan Akbar ingin bergabung dengan ISIS, agar terlihat keren sebagai seorang pria.

Beruntung, diskusi di warung kebab ini dapat membuat Akbar kembali mempertanyakan jihadnya.

Ditambah lagi, tangisan ibunya yang melarangnya untuk pergi ke Suriah. Pada masa liburan sekolah pada Juni 2014 dia pun memutuskan untuk kembali ke Indonesia, alih-alih ke berjihad ke Suriah.

Bukan Akbar saja yang pada saat itu ingin berjihad ke Suriah.

Dua temannya, Wildan dan Bagus, juga tertarik dengan ISIS lewat ajakan di sosial media.

Sayangnya, keduanya tetap pada pendiriannya, tangisan ibu mereka pun tak sanggup membendung niat mereka. Keduanya dikabarkan sudah tewas: Wildan di Irak, Bagus di Suriah.

Akbar berkata dia beruntung dia tersadar pada saat yang tepat.

Dia nyaris menjadi pejuang ISIS. Kota Kayseri tempat dia tinggal hanya berjarak lima jam dari perbatasan Turki-Suriah.

Saat ini jihad bagi Akbar adalah dengan menjadi manusia bermanfaat untuk seluruh alam. Dia bercita-cita melanjutkan kuliah ke Inggris mengambil jurusan teknik informatika.

Cerita Akbar dan teman-temannya disampaikan Noor Huda Ismail lewat film dokumenter bertajuk Jihad Selfie yang mencoba menelusuri penyebab remaja-remaja Indonesia mengikut ISIS.

Noor Huda yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan doktor di bidang politik dan hubungan Internasional di Universitas Monash melihat hubungan good parenting dan maskulinitas remaja pria dalam pengambilan keputusan mereka.

Penyebaran ideologi lewat sosial media yang kerap digunakan remaja juga bereperan dalam perekrutan anggota ISIS.

Menurut Noor Huda, ada sekitar 500 sukarelawan ISIS berangkat dari Indonesia ke Suriah. [BBC Indonesia]

Related posts