Nelayan Aceh Barat minta ketegasan pemerintah soal pukat trawl

Ilustrasi pukat trawl. (kidsafeseafood.org)

Meulaboh (KANALACEH.COM) – Masyarakat nelayan Lhok Meureubo, Kabupaten Aceh Barat meminta ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 2 Tahun 2015 tentang pemakaian pukat trawl.

Abu Samah, salah seorang nelayan mengatakan, aktivitas pukat trawl (pukat hela) di perairan laut kawasan mereka sudah begitu khawatir terhadap kelangsungan kehidupan anak cucu mereka karena biota laut sudah semakin menyusut.

“Dulu kami bisa menemukan ikan-ikan pada jarak 2-3 mil, saat ini dengan kondisi boat berkapasitas 3 GT kami harus menempuh 20 mil, karena ikan di pinggir sudah tidak ada, sudah ke tengah laut karena sudah habis dikuras pukat trawl,” katanya di Meulaboh, Jumat (12/8).

Akibatnya pendapatan masyarakat nelayan di bawah payung adat Lhok Meureubo menurun drastis, dari biasanya mampu membawa pulang hasil tangkapan dengan pemasukan Rp150.000/hari, namun kondisi saat ini membuat perekonomian mereka terpuruk hingga pendapatan Rp40.000-Rp50.000/hari.

Mirisnya para nelayan kawasan setempat menemukan aktivitas pukat yang lebih dikenal dalam bahasa lokal sebagai pukat harimau tersebut, sudah di bawah jarak 1,5 mil, masyarakat dapat melihat aktivitas itu dari pingir pantai pesisir kawasan itu.

Abu Samah menjelaskan, ada dua jenis pukat trawl yang menurut mereka berdampak sama terhadap kelestarian biota laut dan sumber daya laut, pertama pukat trawl yang mengunakan pemberat, kemudian pukat trawl dengan mata jaring cukup kecil.

“Dari pinggir pantai bisa kita melihat aktivitas pukat trawl, kami nelayan sudah pernah melaporkan pada dinas terkait, kemudian disuruh ke instansi lain. Dari sana kami dibola lagi, akhirnya kami main bola sendiri di warung kopi,” keluhnya.

Ia berharap adanya ketegasan dan kepastian penegakan hukum dari pemerintah terhadap aktivitas alat tangkap tidak ramah lingkungan karena semua itu berkenaan dengan hajat hidup orang banyak untuk dimasa mendatang.

Sebelumnya Komandan Pos AL (Danposal) Meulaboh Letda Laut (P) Sujadmoko membenarkan terkait masih adanya aktivitas alat tangkap tidak ramah lingkungan di perairan wilayah kerjanya, namun pengunanya juga masyarakat nelayan Aceh.

“Memang masih ada, tapi upaya membasminya perlahan-lahan, sebab itu nelayan-nelayan kita juga. Alasan mereka karena mau cepat dapat ikan sehingga mengunakan cara-cara seperti itu,” jelasnya saat menghadiri ritual Khanduri Laot Aceh, Rabu, (10/8).

Bupati Aceh Barat H T Alaidinsyah juga menyampaikan hal yang sama, untuk menjaga kelestarian biota dan sumber daya di laut dirinya berjanji akan meningkatkan peran strategis Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk mengatasi pukat trawl.

“Bukan hanya pukat trawl, nanti juga kita bahas bagaimana penertiban parkir boad nelayan di TPI, adanya sampah yang dibuang dalam sungai sehingga mengganggu, itu juga jadi perhatian segera kita buat pertemuan,” ujarnya. [Antaranews]

Related posts