Pedagang minta Pemerintah fasilitasi ekspor kemiri Aceh

kemiri.

Tapaktuan (KANALACEH.COM) – Para pedagang di Kabupaten Aceh Selatan meminta kepada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian terkait memfasilitasi mereka untuk bisa mengekspor langsung kemiri agar harganya tetap stabil.

Salah seorang pedagang pengumpul, Suardi kepada wartawan di Tapaktuan, Jumat (21/10) menyatakan, proses ekspor kemiri selama ini harus melalui pedagang di Medan, Sumatera Utara, yang dinilai sangat merugikan, khususnya petani, karena antara biaya produksi dengan hasil tidak memadai.

“Saat ini harga jual kemiri yang kami lepas ke pedagang besar di Medan, berkisar antara Rp18.000 – Rp20.000/Kg. Sementara harga penjualan di Jakarta saja saat ini mencapai Rp28.000-Rp30.000/Kg. Sedangkan harga di luar negeri bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari harga Jakarta,” katanya.

Ia menyatakan, melihat begitu banyaknya produksi buah kemiri di beberapa daerah dalam Provinsi Aceh khususnya Aceh Selatan, maka pihaknya menilai bahwa sudah sepantasnya pihak Pemerintah Aceh memfasilitasi para pedagang untuk membuka hubungan dagang secara langsung dengan negara-negara konsumen di luar negeri.

Dengan demikian, para pedagang pengumpul buah kemiri di Provinsi Aceh tidak tergantung lagi dengan pedagang pengumpul skala besar di Medan yang notabenenya selama ini sering melakukan praktik monopoli sehingga mengakibatkan tidak adanya kestabilan harga.

“Saya sudah pernah melakukan penjajakan dengan berbagai pihak terkait untuk mengekspor langsung buah kemiri melalui Pelabuhan Kreung Geukeuh, Lhokseumawe. Namun, rencana tersebut tidak mendapat respon positif karena ada hambatan dan kendala teknis yang dihadapi di lapangan, salah satunya menyangkut persoalan perizinan dan sebagainya,” ungkap Suardi.

Padahal, lanjut dia, ketersediaan bahan baku buah kemiri di Provinsi Aceh tidak perlu diragukan lagi sebab jika harga penjualan mampu diatas harga normal yang dibeli oleh padagang pengumpul besar di Medan, maka pihaknya mengklaim sanggup menyediakan berapapun kebutuhan atau permintaannya.

Contohnya, kata Suardi, sekitar tahun 2009 hingga 2011 disaat harga penjualan buah kemiri yang ditampung oleh pedagang besar di Medan tergolong tinggi karena saat itu ada kontrak dagang dengan Arab Saudi, pihaknya sanggup memasok buah kemiri mencapai 30 hingga 50 ton per minggu.

Namun kondisi saat ini sangat berbanding terbalik dari sebelumnya, sebab dengan tidak adanya sebuah ketetapan harga yang jelas karena cenderung sering naik turun, maka pihaknya hanya mampu memasok buah kemiri ke Medan sekitar 4 hingga 5 ton per minggu.

“Jumlah pasokan barang yang kami kirim ke Medan selama ini tergantung kondisi harga. Jika harga normal seperti biasa maka jumlahnya berkisar antara 4 hingga 5 ton/minggu. Namun jika harga sedikit naik maka pasokan bisa kami buru hingga mencapai 10 ton,” sebutnya.

Untuk saat ini, sambungnya, harga buah kemiri bulat dan kemiri pecah mengalami sedikit peningkatan yakni sekitar Rp2.000 dibandingkan kondisi harga bulan Agustus lalu, yakni dari Rp18.000 menjadi Rp20.000/Kg. Demikian juga terhadap buah kemiri pecah jika sebelumnya berkisar antara Rp14.000-Rp15.000, maka sekarang menjadi Rp16.000- Rp17.000/Kg.

Menurutnya, bahan baku kemiri tersebut terdapat di beberapa kabupaten/kota. Untuk Aceh Selatan, beberapa kecamatan sentra produksi buah kemiri tersebut antara lain adalah dari Menggamat, Kecamatan Kluet Tengah, Trumon Raya, Bakongan Raya, Kluet Raya, dan Kecamatan Meukek.

Dia menyatakan, harga buah kemiri dalam kondisi masih basah dan masih ada kulit atau belum dipecahkan dibeli kepada masyarakat  Rp5.000-Rp6.000/Kg.

Suardi menyatakan, dirinya harus mengeluarkan biaya yang lumayan besar lagi untuk mengolah komoditas tersebut menjadi barang layak jual.

Dengan mempekerjakan puluhan perempuan janda dan anak yatim, mereka ditugaskan untuk memecahkan buah kemiri yang dalam kondisi masih ada kulit tersebut dengan menggunakan peralatan manual.

Setelah dipecahkan, selanjutnya buah kemiri tersebut disortir lagi untuk memisahkan buah kemiri bulat dan kemiri pecah, sebelum dijemur.

Untuk pekerjaan ini, sebutnya, para pekerja diberi upah sebesar Rp1.000/Kg untuk buah kemiri bulat dan sebesar Rp700/Kg untuk kemiri pecah.

Menurut dia, proses sortir buah kemiri hanya diperlukan khusus terhadap bahan baku yang akan dikirim ke Banda Aceh, sedangkan terhadap bahan baku yang akan dikirim ke Medan tidak perlu lagi proses sortir sebab pedagang pengumpul skala besar di sana memang sudah memiliki mesin sortir tersendiri yang tidak perlu lagi menggunakan tenaga manusia.

Tidak hanya itu, pria yang mulai menggeluti usaha tersebut sepulang merantau dari Malaysia sekitar tahun 2008 silam tersebut juga mengungkapkan bahwa, selain buah kemiri dirinya juga berbisnis jual beli kulit kemiri, karena bahan baku tersebut ternyata sangat dibutuhkan oleh para konsumen di Medan.

Untuk kulit kemiri tersebut, pihaknya sanggup membeli kepada masyarakat sebesar Rp400/Kg dan menjualnya ke pembeli di Medan mencapai Rp850/Kg.

Menurutnya, kulit kemiri tersebut digunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen di Medan untuk bahan bakar masakan setelah dicampur atau diolah dengan bahan baku lainnya sehingga menjadi lebih praktis digunakan oleh kaum ibu-ibu di kota-kota besar.[Antara]

 

Related posts