Pakar Hukum: vonis Jessica murni keyakinan hakim

Terdakwa Jessica mendengarkan kesaksian Rangga, barista kafe Olivier, dalam sidang kasus kematian Mirna. (liputan6)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita menilai putusan 20 tahun penjara terhadap terdakwa pembunuh Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, murni didorong keyakinan hakim.

Dia menilai unsur-unsur pembunuhan berencana terhadap Mirna tak bisa dibuktikan persidangan, karena tak ada saksi ataupun alat bukti yang menguatkan dakwaan jaksa terhadap Jessica.

“Keyakinan hakim ikut menentukan, ini repotnya sistem kita,” kata Romli, Kamis (27/10).

Menurut Romli, berdasarkan pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, hakim bisa menjatuhkan hukuman pada seseorang berdasarkan keyakinannya, bahwa alat bukti sudah terpenuhi.

Padahal, pada kasus pembunuhan berencana, mestinya ahli forensik memberikan visum et repertum atau laporan mengenai penyebab kematian seseorang, sehingga bisa disimpulkan korban kehilangan nyawa karena adanya perbuatan seseorang.

“Hakim kurang cermat memperhatikan semua keterangan saksi sama barang bukti, terutama ahli forensik. omongannya bahwa ini adalah pembunuhan kan paling penting dari forensik, bukan ahli hukum,” jelasnya.

Oleh sebab itu, pada kasus pembunuhan wajib dilakukan autopsi. Hal ini tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kiminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pada paragraf 3 dijelaskan mengenai pemeriksaan barang bukti keracunan, wajib memenuhi beberapa persyaratan teknis, seperti mengambil sampel organ atau jaringan tubuh, cairan tubuh, serta barang bukti pembanding. Pengambilan barang bukti ini harus dilakukan oleh dokter saat autopsi.

Jika pihak keluarga menolak seperti yang dilakukan keluarga Mirna, “Tunjukan Perkap-nya (Peraturan Kapolri), harusnya polisi mengatakan kami tidak bisa melanjutkan penyidikan. Sebab tidak jelas pembunuhannya karena sianida atau apa?” ucapnya.

Akibat ketiadaan visum ini, Romli melihat kasus ini ada kesan dipaksakan. Sebab, dalam proses penanganan kasusnya tak lancar, terlihat saat pelimpahan berkas penyidikan dari polisi ke jaksa. Berkas itu selalu dikembalikan dengan alasan kurangnya bukti permulaan.

“Biasanya dalam pembunuhan itu dibuktikan dari fungsi visum, prosedur ini tidak dilakukan secara utuh. Saya menilai ini (putusan) murni didasarkan keyakinan hakim,” ungkap Romli. [Viva]

Related posts