Risiko demensia seseorang meningkat pasca mengalami bencana alam

Routers

(KANALACEH.COM) – Korban bencana alam memiliki risiko mengalami demensia lebih cepat daripada orang lain. Studi terbaru dari Amerika Serikat menunjukkan rasa kehilangan merupakan faktor terbesar korban bencana alam mengalami demensia.

“Pasca terjadinya bencana, post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan jiwa yang paling dikhawatirkan. Padahal kelompok orang tua dan lansia juga mengalami penurunan fungsi kognitif, yang berujung pada demensia,” tutur Hiroyuki Hikichi, peneliti dari Harvard University Boston, dikutip dari Reuters.

Hikichi melakukan penelitian kepada 3.556 penyintas bencana tsunami dan gempa bumi di Iwanuma, Jepang yang terjadi pada tahun 2011. Penelitian ini menjadi unik karena Hikichi memiliki data soal fungsi kognitif penduduk sebelum dan sesudah bencana terjadi.

Hasil studi menyebut 38 persen partisipan kehilangan saudara dan kerabat. 59 Persen kehilangan rumah tempat tinggal karena hancur akibat gempa bumi.

Sebelum tsunami terjadi, hanya 4 persen dari populasi lansia Iwanuma yang memiliki gejala demensia. Namun 2,5 tahun pasca terjadinya bencana tersebut, partisipan yang memiliki gejala demensia meningkat menjadi 12 persen.

Selain itu, ditemukan juga fakta bahwa para penyintas menjadi lebih rentan mengalami depresi. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya prevalensi orang yang tidak menyapa tetangganya, dari sebelumnya 1,5 persen menjadi 2,9 persen.

Hikichi mengatakan depresi dan kurangnya interaksi sosial merupakan faktor utama partisipan mengalami penurunan fungsi kognitif. Di sisi lain, risiko demensia meningkat karena sanak saudara yang bisa diajak ngobrol sudah meninggal.

“Selain, mungkin saja pemindahan ke tempat penampungan sementara saat terjadi bencana membuat orang kehilangan kontak dengan tetangga, dan menyebabkan penurunan fungsi kognitif akibat tidak ada interaksi,” urai Hikichi lagi.

dr Nova Riyanti Yusuf SpKJ mengatakan bencana alam bisa meningkatkan risiko gangguan jiwa sebanyak 20 persen pada pengungsi. Untuk itu, ia menekankan pentingnya Psychological First Ais (PFA) dalam tanggap darurat bencana. Dikatakan dr Noriyu, begitu ia akrab disapa, PFA adalah dukungan psikososial lini pertama setelah terjadi peristiwa krisis.

Prinsip PFA, lanjutnya, bersifat alami, mendukung, mampu mendengarkan tanpa memaksa bicara, tidak sembarangan menyuruh korban menceritakan kembali peristiwanya, melakukan penilaian kebutuhan dan kekhawatiran, memastikan terpenuhinya kebutuhan fisik dasar, menyediakan serta memobilisasi dukungan sosial, dan menyediakan info esensial.

“PFA membantu penyintas (korban bencana) mengurangi luka psikologis, mengembangkan fungsi adaptif dan mempercepat pemulihan psikologis. PFA juga tidak hanya memberi rasa aman dan tenang pada individu tapi komunitas di sekitar mereka dan membangun keterikatan serta memberi harapan,” papar dr Noriyu. [Detik]

Related posts