IPMAS gelar diskusi sejarah Singkil

IPMAS Yogyakarta dan pemateri foto bersama seusai menggelar diskusi tentang sejarah Singkil, Rabu (26/10) lalu. (Ist)

Yogyakarta (KANALACEH.COM) – Ikatan pelajar dan mahasiswa Singkil (IPMAS) Yogyakarta menggelar Diskusi sejarah dengan tema Singkil dalam diskusi sejarah, identitas dan perubahan sosial. Kegiatan itu digelar di sekretariat IPMAS di Yogyakarta pada Rabu (26/10) lalu.

“Diskusi ini bertujuan untuk membangkitkan kembali identitas Singkil yang kaya akan sejarah dan budaya yang mewarnai sejarah Aceh,” ujar Muhajir, yang menjadi pemateri serta kandidat doktor antropologi UGM.

Ia mengatakan, Singkil dalam kajian sejarah memiliki sejarah yang cukup panjang. Dimulai dari abad ke-16 hingga saat ini. Singkil pada masa kejayaannya merupakan penghasil terbesar komoditi lada dan kapur barus yang hadir di pasar Eropa, Amerika, Mesir dan sekitarnya.

Lanjutnya, manuskrip sejarah Singkil juga menyebutkan, penghasilan yang diperoleh Singkil pada masa itu mencapai 80.000 gulden (mata uang pada saat itu) kata Mawardi, salah satu mahasiswa megister ilmu sejarah asal Singkil.

“Singkil merupakan entitas masyarakat yang kuat, ini terlihat dari begitu besarnya nama Singkul dalam perdagangan waktu itu”, kata Muhajir. Masyarakat Aceh kuat karena mereka tau dan paham sehingga bangga menjadi Aceh.

“Begitu juga dengan Singkil, Singkil memiliki sejarah yang panjang dan gemilang yang seharusnya menjadikan masyarakat Singkil itu menjadi kuat. Kurang nya pemahaman akan sejarah membuat kita tidak mengenal identitas kita,” papar Muhajir.

Salah satu pemateri, Misbah Lembong, yang juga dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh asli Singkil mengatakan, sejarah hanya akan terulang dengan adanya upaya dan usaha yang terstruktur serta tersistematis.

Misbah berpesan kepada seluruh mahasiswa dan masyarakat Singkil untuk belajarlah, kuliahlah, sukseslah dan kembali untuk mengembangkan daerah.

Diskusi itu juga membahas permasalahan terkini di Aceh Singkil, diantaranya, permasalahan penguasaan tanah oleh perkebunan yang tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat hingga minimnya sumber daya manusia untuk mengisi pembangunan. [Aidil/rel]

Related posts