Otto: Pelanggaran HAM Aceh tak ditindaklanjuti

Ilustrasi - mahasiswa menuntut pemerintah menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Aceh. (Antara Foto)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Komnas HAM tengah menyelidiki lima kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh.

Komisioner Komnas HAM, Otto Nur Abdullah mengatakan, dua dari lima kasus dugaan pelanggaran HAM di Aceh sudah selesai dan diserahkan ke Kejaksaan Agung. Tetapi, hingga saat ini tidak pernah ada tanggapan dari Kejagung.

Otto menyebutkan, lima kasus HAM berat yang ditangani Komnas HAM adalah penyiksaan di Rumoh Geudong di Pidie, penghilangan orang di Bener Meriah, kasus pembuhunan ekstrayudisial di Jambo Keupok Aceh Selatan, pembunuhan massal simpang kertas Kraft Aceh (KKA), dan pelanggaran HAM di Bumi Flora, Aceh Timur.

Dua kasus, Jumbo Keupok dan simpang KKA, menurut Otto, sudah selesai penyelidikannya dan diserahkan ke Kejaksaan Agung.

“Sudah dikirim awal tahun ini, tapi belum ada tanggapan,” ujar Otto saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (31/10).

Pihaknya pun belum dapat memastikan apakah berkas yang sudah diserahkan tersebut telah lengkap atau tidak.

Hal yang pasti, Komnas HAM mengaku tidak tahu bagaimana nasib dua berkas perkara itu. “Belum ada masukan (dari kejaksaan),” ujarnya.

Otto menerangkan, proses penyelidikan kasus penyiksaan di Rumoh Geudong di Pidie dan penghilangan orang di Bener Meriah masih terus berjalan.

“Yang sedang dalam proses itu kasus Rumoh Geudong dan Bener Meriah. Sedangkan, yang belum tertangani sama sekali itu kasus Bumi Flora,” ujar dia.

Komnas HAM, papar Otto, juga siap berkolaborasi dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang baru saja dilantik. Sejak dilantiknya para anggota KKR pada Senin (24/10) lalu belum ada pertemuan dengan Komnas HAM. Termasuk untuk menjabarkan apa saja yang akan dilakukan oleh keduanya.

“Sampai sejauh ini belum ada pembicaraan dari pihak Komnas HAM dengan pihak KKR Aceh,” ujar Otto.

Otto melihat sesuai Qanun (Perda) Aceh Nomor 17 Tahun 2013, KKR Aceh hanya berwenang menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak termasuk dalam kategori berat.

Sehingga, ke depannya, KKR Aceh akan menangani seluruh kasus pelanggaran HAM di Aceh dari periode tertentu.

“Jadi, nanti untuk pelanggaran HAM berat akan dilimpahkan kepada Komnas HAM. Misalnya, kasus Rumoh Geudong atau kasus lainnya itu nanti akan dilaporkan sebagai temuan KKR Aceh dan akan diberikan kepada Komnas HAM untuk ditindaklanjuti bila itu HAM berat,” ujar dia.

Otto juga menyebut kasus pembunuhan mantan rektor Universitas Syiah Kuala Prof Dayan Dawood pada 7 September 2001 dan rektor IAIN Ar-Raniry Sofwan Idris pada 16 September 2000 akan diambil alih Komnas HAM karena masuk kategori berat.

“Mantan rektor Unsyiah maupun IAIN, itu HAM berat. Diselesaikan oleh Komnas HAM dan kalau bukan HAM berat di KKR. Jadi, prioritas pertimbangannya ada di KKR Aceh. Dia yang akan mengategorikan itu HAM berat atau bukan, jadi tidak akan tumpang tindih,” katanya memaparkan.

Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengungkapkan, pemerintah memang punya standar ganda soal penyelesaian HAM.

Ia mengaku tak heran laporan soal pelanggaran HAM di Jambo Keupok dan simpang Kraft belum ditindaklanjuti oleh Kejakgung.

“Pemerintah ini seperti terikat kaki dan tertutup mulutnya soal pelanggaran HAM. Sebab, pelanggaran HAM masa lalu itu dilakukan aparat negara. Mereka dilema,” kata Nasir, Senin (31/10).

Anggota DPR asal Aceh ini menyayangkan belum ada tindak lanjut pemerintah soal laporan pelanggaran HAM Aceh dari Komnas HAM. Sikap pemerintah ini, papar Nasir, juga akan menjadi tantangan berat kerja-kerja KKR yang baru terbentuk.

“Saya sayangkan dan sesalkan seolah tidak ada manfaat konstitusi soal HAM ini,” ujar dia.

Ia meminta pemerintah membantu kerja-kerja KKR sebab komisi ini dibentuk sebagai amanat undang-undang. “KKR amanah UU No 11 Tahun 2006 dan kepala pemerintahan harus menginstruksikan jajarannya untuk menyukseskan KKR. Jangan malah dicurigai,” ungkap dia.

Ia menyarankan KKR bisa bersinergi dengan unsur lembaga negara di Jakarta untuk memudahkan kinerja mereka. Salah satunya dengan membuat nota kesepahaman dengan lembaga negara dan penegak hukum.

“Jalin MoU dengan LPSK, Komnas HAM, termasuk kejaksaan agar hasil penyelidikan KKR bisa ditindaklanjuti,” ujarnya. [Republika]

Related posts