Dikepung polisi, Desa ini ditinggalkan para pria

ilustrasi. (republika.co.id)

Langkat (KANALACEH.COM)  – Para pria di Desa Mekar Jaya, Langkat, Sumatera Utara, disebutkan pergi meninggalkan rumahnya masing-masing pasca pengepungan sekitar gabungan 500 polisi dan aparat lain ke desa itu sejak Jumat kemarin. Hingga hari ini, polisi disebutkan masih mengepung desa yang sudah sepi tersebut.

“Sekarang yang tersisa di kampung hanya ada wanita, anak-anak, dan kakek-kakek tua. Yang laki-laki pergi semua karena ada yang sedang kami hindari,” kata anggota Majelis Wilayah Petani (MWP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Utara, Afrizal Kurniawan Amsar alias Wawan, Ahad, (20/11). Di desa itu pula berdiri SPI Mekar Jaya.

Ia tak mau menyebutkan lokasi keberadaan mereka. Wawan pun tak mau menyebutkan lokasinya berada saat ini. Ia enggan menjelaskan alasan mereka bersembunyi. Wawan hanya menyebutkan langkah bersembunyi itu bagian dari strategi dan menghindari bentrok dengan polisi.

Desa tersebut rencananya akan digusur karena bersengketa dengan PT LNK, salah satu anak perusahaan PTPN II. Masyarakat desa yang umumnya petani sebelumnya bersedia bermediasi dan berjanji menunjukkan sertifikat tanah mereka, asal dilakukan di kantor BPN. Namun pertemuan itu tak kunjung terjadi.

Puncaknya, Jumat, 18 November lalu, kemarin polisi dibantu TNI menggeruduk desa itu sambil membawa alat-alat berat. “Ada sekitar 200 anggota pengamanan yang terdiri dari polisi dan tentara. Mereka akan mengawal alat berat yang akan menggusur lahan petani,” kata Wawan.

Sebenarnya, kata Wawan, alat-alat berat seperti traktor dan backhoe berat sudah dikirim ke desa itu sejak lama. Namun, penggusuran gagal dilakukan lantaran masyarakat sekitar berkali-kali mengusir petugas. Eksekusi kembali akan dilakukan hari ini. Sambil eksekusi dilakukan, pintu masuk menuju ke lahan yang diklaim milik petani yang bernaung di SPI Mekar Jaya saat ini sudah ditutup polisi.

Kepala Kepolisian Langkat Ajun Komisaris Besar Mulya Hakim Solichin mengatakan saat ini 500 personel gabungan tengah mengawal penggusuran itu. “Kami sedang membantu pemilik lahan. Kami hanya bertugas untuk mengamankan saja dan membersihkan proses penertiban,” kata Mulya.

Mulya menyebutkan tidak ancaman yang berarti saat penertiban lahan pertanian itu. Perlawanan justru muncul, katanya, dari pihak lain yang ingin menguasai lahan tersebut. Menurut Mulya, pemilik sah lahan seluas 554 hektare tersebut adalah PTPN II. “Warga setempat justru mendukung karena penggunaan lahan selama ini tidak sesuai koridor,” katanya.[Tempo]

Related posts