Fenomena di Aceh Singkil

Oleh: Salihuddin Manik

MIRIS sekali bila kita mendengar kalimat ini, “mula oda pilih ko ia, oda ne kita mekaum” (Bahasa Singkil). Kalo kamu tidak pilih si “pulan”, kamu bukan dari keluarga saya lagi. Logiskah kalimat itu kita dengar?  Sungguh aneh bin ajaib.

Secara tidak langsung sosiologis masyarakat Kabupaten Aceh Singkil, saat mengahadapi momentum pemilihan, mulai dari pemilihan Kepala Gampung (kepala desa), sampai dengan Kepala Daerah (Bupati), kalimat ini sangat aplikatif bila dilihat dari sosial masyarakatnya.

Sangat disayangkan pekhkaumen (famili/ikaatan saudara) yang telah berdiri kokoh sekian tahun lamanya, bisa retak (sikhengkahen) hanya gara-gara Pilkada.

Padahal bila kita cermati secara seksama, tujan di bentuknya Demokrasi itu adalah mewujudkan kerjasama agar terhindarnya pertikaian sesama masyarakat, bukan malah sebaliknya.

Pada prinsipnya asas kebebasan itu berlaku setiap insan politik, bebas berpendapat, bebas berbuat, dan bebas menentukan pilihannya. Kandatipun demikian, tentunya juga tidak bertentangen dengan norma-norma yang ada.

Sah-sah saja kita mengunggulkan salah satu dari Paslon, akan tetapi jangan sampai menganut aliran panatisme terhadap Paslon, beranggapan itu yang paling benar. Sehingga dapat mencidrai asas demokrasi yang kita junjung dan menimbulkan keretakan dalam hubungan sosial masyarakat.

Penulis merupakan Mahasiswa Alumni  Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Prodi: Hukum Keluarga.

Related posts