KPU perlu evaluasi celah kecurangan baru di Pilkada

Ilustrasi KPU. (Merdeka)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai perlu dan harus melakukan evaluasi terhadap masih banyaknya celah kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 101 daerah.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pelaksanaan pilkada terutama Pilgub DKI masih belum sesuai harapan. “Kami melihat adanya celah model kecurangan baru yang sedikit berbeda dengan praktik-praktik kecurangan pada pilkada sebelumnya. Kami tetap menganggap hasil tersebut belum maksimal memenuhi harapan kami,” ucapnya melalui keterangan tertulis, Minggu (19/2).

Menurutnya, jika selama ini kecurangan lebih didominasi pada proses rekapitulasi berjenjang yang dimanipulasi, berbeda pada Pilgub DKI Jakarta kemarin yang paling mengkhawatirkan adanya migrasi pemilih yang mengakibatkan penggelembungan pemilih di tingkatan TPS.

“Banyak sekali pemilih yang tidak dikenali warga setempat tanpa identitas yang lengkap yang memaksa untuk memilih. Saking banyaknya jumlah pemilih, di daerah tertentu bahkan ada informasi jika pencoblosan masih terjadi setelah lewat batas waktu pencoblosan pukul 13.00 WIB,” ungkapnya.

Dasco melihat sendiri video antrian pemilih yang masih sangat panjang di wilayah Mall of Indonesia Kelapa Gading padahal waktu sudah menunjukkan jam 13.15.WIB pada saat pemilihan.

“Benar atau tidaknya video tersebut harus kita verifikasi bersama. Ini aneh sekali karena Jakarta kota yang tidak terlalu dibandingkan dengan provinsi lain. Tidak sulit bagi siapapun untuk memilih di TPS yang sesuai dengan KTP nya, karena jarak tempuh dari satu tempat ke tempat lain paling lama hanya tiga jam naik kendaraan umum dan pilgub dijadikan hari libur. Jadi sebenarnya nyaris tidak ada alasan bagi pemilih untuk memilih tidak di TPS tempat dia terdaftar,” jelasnya.

Selain itu, sambungnya, sulit untuk mencegah praktik politik uang di tingkat TPS. Dia menilai belum ada upaya maksimal pencegahan pemilih membawa HP atau kamera masuk ke dalam bilik TPS.

Padahal, HP atau kamera merupakan alat yang paling sering digunakan untuk transaksi politik uang. Foto kertas suara yang dicoblos biasanya digunakan sebagai bukti untuk mendapatkan uang suap.

“Kita tidak boleh mengabaikan begitu saja informasi yang beredar di masyarakat soal politik uang. Indikasi kuat adanya TPS yang perolehan suara salah satu pasangan calon 100%. Di Jakarta tidak ada sistem noken, dan masyarakat Jakarta sangat heterogen sehingga nyaris tidak masuk akal jika pasangan calon lain tidak meraih satupun suara,” imbuhnya.

Anggota Komisi III itu menambahkan, di tengah kesulitan ekonomi yang dialami sebagian besar warga Jakarta saat ini, uang sejumlah ratusan ribu sebagai imbalan memilih bisa jadi sangat efektif dilakukan untuk meraih kemenangan secara curang.

“Kita harus lakukan evaluasi serius untuk menangkal praktik politik uang ini,” tegasnya. [Sindo]

Related posts