Politik uang semakin masif jika tak ada yang melapor

Politik uang jebakan “batman” buat rakyat
Ilustrasi. (nolduanews)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Komisioner Komisi Keadilan dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Afridal Darmi mengatakan, kesempatan politikus melakukan politik uang dalam Pilkada semakin besar ketika seluruh stakeholder tidak ada yang berani melaporkan pelanggaran itu.

“Saya duga ini yang lemah di kita,” kata Afridal kepada peserta Diskusi Haba Pilkada yang digelar The Aceh Institute pada Kamis (23/2), di Media Center KIP Aceh.

Diskusi kelima itu mengangkat tema “Money Politic: Legalisasi Praktik Korupsi”. Dua puluhan orang dari berbagai latar belakang menghadiri diskusi tersebut. Pada diskusi itu, ia juga menjelaskan cara-cara permainan haram yang dilakukan paslon untuk menaikkan suara dalam pilkada.

Afridal melanjutkan, bagi pelaku politik uang memang ada sanksinya, namun politik uang tetap terjadi karena sanksi yang diberikan dinilai ringan. Menurutnya, sanksi untuk pelaku politik uang ialah skorsing, tidak ada sanksi pidana.

Ketua Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan, di antaranya menyebab terjadinya politik uang di masyarakat ialah karena pengaruh ekonomi warga yang belum sejahtera dan pendidikan yang rendah.

Beberapa laporan yang diterima MaTA, pelapor politik uang mendapat ancaman ketika hendak melapor paslon bersangkutan ke Panwaslih. “Ancaman ini membuat publik takut dan tidak berani melaporkan aksi money politic. Harusnya pelapor itu dilindungi. Panwas juga jangan membocorkan,” ujar Alfian.

Secara demokrasi, dampak dari suburnya politik uang berpengaruh negatif terhadap satu negara. Karena itu, partai politik harus hadir dalam pendidikan politik yang bernuansa positif.

Komisioner KIP Aceh, Junaidi mengatakan, politik uang sama dengan memberi suap. Pihaknya dari awal selalu mengajak seluruh masyarakat untuk aktif mengawal tahapan Pilkada sehingga para calon kepala daerah tidak bebas melancarkan politik uang.

“Jika seseorang memilih dengan dipengaruhi oleh uang, ia menghianati kesaksiannya. Misalnya, seseorang tidak yakin pada calon kepala daerah, tapi ia memilih calon itu karena sudah diberikan uang, walaupun calon itu tidak sesuai nurani dia,” ujar Junaidi. [MC KIP]

Related posts