Soal Suku Mante, Mensos: Kita lindungi sehingga akar budaya tidak hilang

Soal Suku Mante, Mensos: Kita lindungi sehingga akar budaya tidak hilang
Diduga Suku Mante. (Youtube)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menegaskan pemerintah akan melindungi segenap warga negara Indonesia tak terkecuali warga Suku Mante yang tinggal di pedalaman hutan dan gua di Aceh.

Perlindungan ini mencakup habitat, ekosistem, dan kearifan lokalnya sehingga akar budaya mereka tidak hilang.

Hal ini disampaikan Mensos dalam Pertemuan Forum Koordinasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Tahun 2017 dengan tema bahasan Suku Mante, Jumat (7/4).

Dalam pertemuan ini hadir sebagai pembicara Antropolog Universitas Indonesia Prof Budhisantoso, Antropolog Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Sjafri Sairin, Kepala Dinas Sosial Provinsi Aceh Al Hudri, serta kesaksian Fauzan Adhim warga Aceh yang pernah berinteraksi dengan warga Suku Mante.

“Sebagai langkah awal dalam upaya perlindungan, saat ini Kemensos tengah menelusuri keberadaan warga Suku Mante untuk memastikan keberadaan mereka dan memperkuat ekosistem mereka. Tim kami juga tengah mengumpulkan hasil-hasil studi, kajian dan literatur tentang kondisi sosial budaya mereka untuk menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan,” papar Khofifah.

Dikatakan Khofifah viralnya video salah seorang pengendara trail mengunggah seorang warga Suku Mante di tengah hutan baru-baru ini, menimbulkan beragam reaksi. Banyak orang ingin memburu dan mencari tahu hingga ke hutan-hutan di Aceh yang dikhawatirkan dapat mengganggu kehidupan warga Suku Mante.

Oleh karena itu, pihaknya telah meminta kepada Dinas Sosial Provinsi Aceh untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa keberadaan suku ini harus dilindungi bersama-sama.

“Suku Mante ini sudah ada sejak lama dan mereka berada di hutan dan gua. Andaikan menemukan, jangan diburu atau ditakut-takuti. Karena mereka juga manusia, sama seperti kita,” katanya.

Dari pengakuan seorang warga Aceh Tengah, Fauzan, ia mengaku pernah berinteraksi dengan salah seorang warga Suku Mante pada 2014. Saat itu ia bahkan ditolong dengan ditunjukkan arah yang benar saat tersesat di hutan. Caranya dengan menggoreskan kuku jari tangannya di tanah ke kanan, ke kiri, atau lurus untuk menunjukkan jalan keluar dari hutan.

“Pak Fauzan juga pernah menemukan warga Suku Mante berjenis kelamin perempuan yang meninggal di hutan karena tangannya tertusuk jebakan untuk badak. Saat itu beliau salatkan jenazah dan menguburkannya di hutan. Jadi benar adanya mereka tinggal di dalam hutan. Maka saya imbau kita lindungi mereka, jangan diburu,” papar Khofifah.

Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Hartono Laras mengungkapkan berdasarkan laporan dari Dinas Sosial Provinsi Aceh, Suku Mante tersebar di 14 lokasi di Provinsi Aceh di antaranya di Kawasan Samarkilang Bener Meriah, Gunung Goh Pase Aceh Utara, Kaki Gunung Halimun Pidie, Hutan Pameu Aceh Tengah, Hutan Kappi Gayo Lues, dan lain- lain. Jumlah warga belum dapat dikonfirmasi secara pasti mengingat keberadaan mereka yang sulit terdeteksi.

“Dari ciri fisik mereka memiliki tinggi sekitar 90 centimeter, telapak kaki seperti manusia namun lebih lebar pada ujung jari, telinga agak runcing ke atas bentuk muka bulat, berotot, perempuannya memiliki bulu halus di seluruh badan sementara pria tidak berbulu. Makanan mereka ikan, ayam hutan, lumut di bebatuan, Kumer (salak hutan), dan dedauan,” ujar Fauzan.

Mereka, lanjut Fauzan, memiliki kecenderungan seperti manusia namun menghindar dari manusia jika merasa terganggu, sering ditemukan sendiri, suka mengintai kehidupan manusia, suka tanah yang becek, tidak menggunakan api dalam menjalani hidup. Serta di dalam hutan mereka tidak mengikuti koridor satwa sehingga tidak terekam di kamera Trap yang dipasang di sejumlah titik di hutan Aceh oleh aktivis lingkungan.

“Lingkungan sekitar Suku Mante harus dijaga karena suku ini merupakan aset bangsa untuk dilestarikan. Bagi Kemensos, mereka adalah warga negara Indonesia dan harus kita berdayakan,” tutup Mensos. [Tribunnews]

Related posts