Benteng Inong Balee bukti kegigihan perempuan Aceh

Benteng Inong Balee bukti kegigihan perempuan Aceh
Benteng Inong Balee, Aceh Besar. (Indonesiakaya)

BILA anda pencinta sejarah dan berada di Aceh, salah satu peninggalan yang tidak boleh anda lewatkan ialah Benteng Inong Balee, salah satu benteng peninggalan masa Kerajaan Aceh Darussalam.

Benteng tersebut terletak di Gampong Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Benteng ini disebut juga Benteng Malahayati yang dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Alaiddin Riayat Almukamil (1589-1604) Masehi.

Selain adanya nilai didestinasi sejarah, saat berada di tempat tersebut anda juga akan menikmati indahnya pemandangan lanskap yang bisa anda nikmati, kerena Benteng Inong Balee terletak di atas bukit.

Dari sumber Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh, konon Benteng Inong Balee difungsikan sebagai tempat pertahanan dan juga tempat penampungan untuk janda-janda yang suaminya gugur dalam perempuan. Benteng ini juga digunakan sebagai sarana laskar angkatan perang pimpinan Laksamana Malahayati.

Sebagai tempat pengawasan dan pertahanan, maka letak Benteng Inong Balee menghadap ke arah laut. Bahan penyusun benteng ini terdiri dari batu koral dan endesit yang direkat dengan lempung dan kapur sebagai peganti semen pada masa itu.

Benteng Inong Balee bukti kegigihan perempuan Aceh
Benteng Inong Balee, Aceh Besar. (Seputaraceh)

Benteng tersebut membujur arah utara-selatan tepatnya menghadap kearah laut. pada bagian tengah benteng terdapat tiga lubang berbentuk tapal kuda dengan posisi berderet, bahan dari benteng ini ialah dari batu koral dan andesit.

Nama benteng tersebut digunakan dalam bahasa Aceh, Inong berarti wanita, sedangkan Balee berarti janda. Masa itu ada pasukan khusus para janda bernama Laskar Inong Balee yang dipimpin oleh Malahayati. Malahayati merupakan seorang wanita janda yang diangkat oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil menjadi komandan protokol Istana Darud Dunia.

Dari beberapa sumber Laksamana Malahayati adalah anak dari Laksamana Mahmud Syah Bin-Laksamana Muhammad Said Syah, bin Sultan Salahuddin Syah (memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 936 sampai dengan 945 H atau 1530 sampai dengan 1539 M).

Kemudian Keumala Hayati atau disebut juga Laksamana Malahayati, pada masa mudanya pernah mendapatkan pendidikan militer di pusat pendidikan tentara Aceh yang bernama pusat pendidikan Asykar Baital Makdis. Para instrukturnya, terdiri dari perwira Turki Usmani dalam rangka kerjasama dengan Kerajaan Aceh Darussalam.

Maka dari itu juga, sultan mempercayai Malahayati untuk memimpin para janda ini, dan sebelum pasukan Inong Balee berperang terlebih dahulu diberikan pelatihan militer yang dilatih langsung oleh Laksamana Malahayati agar kemudian para Inong Balee tersebut mampu membaca taktik lawan dan mengalahkannya.

Ketika itu musuh yang sering dihadapi ialah Portugis. Karena Portugis ingin menguasai wilayah Aceh dan mengambil kekayaan Aceh melalui jalur laut.

Deny Lembard dalam bukunya, Kerajaan Aceh di zaman Iskandar Muda menuliskan pada tanggal 21 juni 1599 Masehi pasukan Belanda yang dikepalai oleh Cornelis de houtman dan Frederijk de Houtman, dikepung oleh pasukan Inong Balee karena kedua orang kebangsaan Belanda yang merupakan adik dan kakak yakni Cornelis de Houtman dan Frederijk de Houtman yang memimpin pasukannya telah mencoba menipu terhadap pemerintahan kerajaan Aceh yaitu dengan menyamarkan kapal perang menjadikannya kapal dagang.

Akhirnya Cornelis de Houtman tewas ditempat setelah ditikam oleh Laksamana Malahayati dengan memakai rencong yang ada ditangganya, sedangkan saudaranya Frederijk de houtman ditangkap oleh armada Inong Balee dan diserahkan kepada pihak Kerajaan Aceh Darussalam. [Fahzian Aldevan]

Related posts