Jokowi harus beri gelar Pahlawan Nasional kepada Laksamana Malahayati

Jokowi harus beri gelar Pahlawan Nasional kepada Laksamana Malahayati
Laksamana Malahayati.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Beberapa waktu lalu, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) mengusulkan tokoh dari Aceh, Laksamana Malahayati dijadikan sebagai pahlawan perempuan Indonesia. Menyikapi hal itu, LSM Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) mengapresiasinya.

Kabid Monitoring dan advokasi AJMI, Dedy Zulwansyah mengatakan, berbagai upaya dan tahapan yang dilakukan Kowani dalam mendorong penetapan Laksamana Malahayati menjadi Pahlawan Nasional patut diapresiasi.

Disebutkannya tahapan-tahapan yang dilakukan Kowani, yakni pengumpulan dokumen, foto-foto, wawancara ahli waris, wawancara tokoh masyarakat, dokumen di Eropa hingga ziarah kubur ke makam ahli waris terdekatnya.

“Hal yang dilakukan Kowani ini seharusnya menjadi semangat keAcehan, dan mendorong kita sebagai rakyat Aceh untuk menghargai jasa-jasa tokoh perjuangan aceh dalam mengusir penjajajah,” katanya dalam siaran persnya kepada Kanalaceh.com, Selasa (6/6).

Dedy menjelaskan, Laksamana Malahayati merupakan salah satu tokoh perempuan Aceh yang gigih berjuang melawan penjajahan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur demi membela bangsa dan negara. Pada tahun 1585-1604, Laksamana Malahayati memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan “Inong balee” (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda. Pada tanggal 11 September 1599, sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal, dan mendapat gelar “Laksamana”untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati.

“Dengan alasan sejarah tersebut sudah sepatutnya Pemerintah Jokowi memberikan penghargaan dengan gelar Pahlawan Nasional kepada pejuang perempuan yang bernama Keumalahayati yang merupakan seorang muslimah dan laksamana perempuan pertama di dunia yang berasal dari Kesultanan Aceh,” ujarnya.

Namun, Dedy tak menampik bahwa untuk memperoleh gelar sebagai Pahlawan Nasional, harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Untuk diketahui bahwa pemilihan pahlawan, tidak harus inisiatif dari negara saja. Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 dan Pasal 51 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menyebutkan bahwa usul pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan dapat diajukan oleh perseorangan, lembaga negara, kementrian, lembaga pemerintah non-kementrian, pemerintah daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat.

Usul tersebut ditujukan kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009). Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan (Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 2009).

Dalam Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010, diuraikan lebih detail mengenai mekanisme permohonan usul pemberian gelar, yaitu bahwa pemberian gelar diajukan melalui bupati/walikota atau gubernur kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dalam hal ini Kementrian Sosial.

Selanjutnya Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial mengajukan permohonan usul pemberian gelar kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Maka dengan pertimbangan di atas AJMI, sambung Dedy, mendesak pelaksanaan tugas melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan di Daerah dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam hal ini Gubernur Aceh sebagai tugas pembantuan, agar dapat segera mengeluarkan rekomendasi tentang usulan pemberian Gelar kepada “Laksamana Malahayati” sebagai Pahlawan Nasional dengan tembusan Kementerian Sosial dan dilanjutkan ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Pusat dan terakhir persetujuan Presiden.

Dilanjutkannya, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebagai lembaga representatif rakyat Aceh perlu kiranya mengeluarkan pernyataan dukungan untuk pemberian gelar kepada “Laksamana Malahayati” sebagai Pahlawan Nasional yang ditujukan ke Kementerian Sosial dan Tembusan Presiden Republik Indonesia.

“Agar perjuangan tokoh perempuan Aceh seperti Laksamana Malahayati dapat dikenang sepanjang masa sebagai seorang muslimah dan laksamana perempuan pertama di dunia yang berasal dari Kesultanan Aceh,” kata Dedy. [Aidil/rel]

Related posts