JKA Plus dan optimalisasi pelayanan

JKA Plus dan optimalisasi pelayanan
Yulisa.

 

Oleh: Yulisa

SALAH satu program unggulan Pemerintahan Irwandi-Nova adalah Aceh Seujahtra melalui program JKA Plus. JKA Plus merupakan singkatan dari Jaminan Kesejahteraan Aceh yang meliputi pemenuhan akses layanan kesehatan gratis yang lebih mudah, berkualitas dan terintegrasi bagi seluruh rakyat, pemberian santunan untuk kalangan masyarakat usia lanjut, pembangunan Rumah Sakit Regional tanpa menggunakan hutang luar negeri (Loan), serta mengembalikan ruh JKA yang pernah dirasakan oleh rakyat Aceh.

Program Jaminan kesehatan ini lahir pada masa Pemerintah Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, yang diberi nama Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Program ini kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah Aceh di bawah pimpinan Gubernur dr Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf (2012-2017) dengan nama Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA).

Irwandi Yusuf, yang pada Pilkada 2017 lalu terpilih kembali sebagai Gubernur Aceh berpasangan dengan Nova Iriansyah, telah menyatakan komitmen untuk memperbaharui dan menyempurnakan kembali program JKA/JKRA, dengan nama JKA Plus. Program JKA Plus ini akan menitikberatkan pelayanan yang lebih mudah dan lebih sempurna dari sebelumnya.

Menyambut program JKA Plus ini, pihak Dinas Kesehatan Aceh memprogramkan pembangunan RS Kanker dan lima unit pembangunan RS Regional yang tersebar di wilayah pantai timur-utara, tengah, dan pantai barat-selatan Aceh untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi pemegang kartu JKA dan JKN. Rumah sakit kanker rencananya akan dibangun di lokasi RSUZA yang lama.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Aceh, untuk membangun RS Kanker, butuh dana sebesar Rp 300 miliar. Ide pembangunan RS kanker itu, karena jumlah masyarakat Aceh yang terserang penyakit kanker juga cukup banyak. Setiap tahun, tidak kurang dari 100 orang pasien kanker yang harus dirujuk dari RSUZA ke RS Kanker di Jakarta.

Kilas balik program JKA

Program Jaminan Kesehatan Aceh merupakan program andalan Pemerintah Aceh untuk menjamin kesehatan masyarakatnya, dengan mengasuransikan kesehatan semua penduduk Aceh (Universal health coverage).

Sasarannya adalah seluruh penduduk yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan atau yang namanya tercantum dalam Kartu Keluarga (KK) Aceh (universal health coverage).

Menurut data yang dirilis Dinas Kesehatan Aceh, tahun 2016 lalu, sekitar 1,9 juta jiwa penduduk Aceh telah diberikan kartu berobat gratis untuk kelas III. Status pemegang kartu asuransi kesehatan program JKA sama dengan pemegang kartu asuransi jamkesmas/Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hingga saat ini, ada sekitar 2,3 juta masyarakat Aceh sudah memperoleh kartu JKN (Jamkesmas), sementara pemegang kartu JKRA sekitar 1,9 juta jiwa. Total pemegang kartu asuransi kesehatan kelas III di Aceh mencapai 4,2 juta jiwa.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif menyebutkan bahwa setiap tahun, Pemerintah Aceh menganggarkan Rp 500 miliar lebih untuk pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA).

Dana sebesar itu dibayar oleh Pemerintah Aceh kepada BPJS Kesehatan, sebagai pelaksana program JKRA, dengan nilai premi asuransinya Rp 23.000/orang/bulan. Dari seluruh Indonesia hanya Pemerintah Aceh yang menganggarkan dana besar untuk jaminan kesehatan rakyatnya.

Sementara DKI Jakarta yang memiliki PAD mencapai puluhan triliun per tahun, peserta asuransi kesehatan masyarakatnya tidak sebanyak Program JKRA yang hampir mencapai 2 juta jiwa.

Fakta dan solusi

Pelaksanaan JKA di Aceh sebenarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Namun konsep yang disusun belum efektif atau masih belum sesuai dengan harapan masyarakat. Oleh karena kondisi tersebut mengakibatkan berbagai polemik dari masyarakat sehingga menimbulkan konflik di lapangan.

Membludaknya jumlah pasien yang datang ke pelayanan kesehatan tanpa jenjang rujukan juga menjadi problematika serius. Bahkan ketidakmampuan tenaga medis dalam memberikan pelayanan, kerap pula menjadi bom waktu bagi pemerintah Aceh.

Sederet isu dan permasalahan di atas, kita harapkan dapat segera dibenahi oleh pemerintahan Irwandi – Nova. Termasuk memperkuat kembali sosialisasi terkait mekanisme kepesertaan hingga aspek efesiensi dan efektivitas pelayanan program tersebut.

Begitupun, birokrasi pelayanan harus dipersingkat dan tidak perlu harus banyak melampirkan surat-surat untuk berobat gratis di rumah sakit maupun klinik. Cukup dengan satu kartu identitas saja, misalnya KTP, pelayanan berobat gratis di puskesmas, rumah sakit dan klinik bisa diperoleh masyarakat.

Intinya adalah ke depan sistem pengelolaan dan kegiatan program JKA harus lebih dipermudah lagi sehingga masyarakat mudah mendapatkan pelayanan berobat gratis yang maksimal. Semoga!

*Penulis merupakan Mahasiswi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah (UNMUHA) Banda Aceh.

Related posts