MaTA dan ICW temukan 4 kasus korupsi lingkungan di Aceh

Tersangka korupsi jalan di Aceh Tamiang ajukan penangguhan penahanan
Ilustrasi korupsi. (detik)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan empat laporan kasus indikasi penyimpangan sektor lingkungan di Aceh ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri di Jakarta.

Keempat kasus tersebut merupakan hasil investigasi MaTA yang tersebar di Aceh Tamiang dan Nagan Raya.

Kasus tersebut yaitu, tiga kasus perjanjian kerjasama pengelolaan kelapa sawit dalam kawasan hutan lindung di Aceh Tamiang, dengan objek kelapa sawit dan juga bakau yang terjadi sejak 2015-2017. Selain itu, kasus lainnya adalah perjanjian kerjasama pengelolaan sawit dalam kawasan lindung di Nagan Raya.

Hasil temuan MaTA, kasus-kasus ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Aceh bersama oknum perorangan dan juga koperasi.

“Berdasarkan hasil analisa kita, kasus tersebut memenuhi unsur tindak pidana korupsi, sebagaimana dituangkan pada pasal 2 dan 3 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Kepala Bidang Politik dan Hukum MaTA, Suryalis di kantor MaTA, Banda Aceh, Rabu (22/11).

Pihaknya menduga, perjanjian kerjasama yang dibuat dalam kasus pengelolaan sawit di kawasan hutan lindung dan kawasan lindung hanya dijadikan sebagai modus untuk melegalkan indikasi penyimpangan. Padahal, kata dia, faktanya untuk “menguras” kekayaan alam Aceh.

“Kita hanya bisa hitung dari satu kasus yang dialami PT. Indo Sawit Perkasa yang merugikan negara mencapai Rp 68 Miliar,” sebutnya.

Dalam laporan tersebut, MaTA turut melaporkan Gubernur Aceh periode 2012-2017. “Gubernur Aceh patut diduga mengetahui dan mengizinkan perjanjian kerjasama ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Aceh,” ujarnya.

Meskipun, lanjut Suryalis, Bupati Aceh Tamiang menolak perjanjian tersebut. Bukan hanya itu, Kepala Dinas Kehutanan Aceh pada masa itu juga turut dilaporkan oleh MaTA, karena diduga kuat ikut merancang dan menandatangani perjanjian kerjasama tersebut.

Selain ke Dittipidkor Bareskrim Polri, keempat kasus ini juga dilaporkan ke Ombudsman RI di Jakarta pada hari yang sama. Ditambah tiga kasus lain dengan potensi penyimpangan mal administrasi.

Kasus-kasus tersebut antara lain pembukaan lahan oleh PT Indo Sawit Perkasa di Subulussalam yang kuat dugaan tanpa disertai izin land clearing, pembukaan lahan oleh PT Bumi Daya Abdi tanpa dilengkapi dengan dokumen yang lengkap serta kasus pemberian izin usaha untuk PT Mandum Payah Tamita di Aceh Utara.

Bagi MaTA, laporan kasus yang disampaikan ke Dittipidkor Bareskrim Polri dan Ombudsman harus menjadi dasar evaluasi oleh Pemerintahan Irwandi–Nova untuk mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh.

Pihaknya berharap, pemerintahan Irwandi–Nova harus melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak merusak lingkungan termasuk pengalokasian anggaran yang cukup untuk perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh. [Randi]

Related posts