Ini alasan kenapa serapan imunisasi di Aceh rendah

Kemenkes dinilai masih lamban tangani wabah difteri
Pemberian Imunisasi pada bayi di Kampung Mulia, Kota Banda Aceh, Selasa (12/12) untuk mencegah difteri. (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) –  Masih beredarnya stigma bahwa imunisasi itu haram/najis di kalangan masyarakat Aceh, berdampak pada serapan imunisasi di sebagian wilayah di Aceh tidak merata. Akibatnya, daya kekebalan tubuh anak rendah sehingga mudah terserang virus Difteri.

Namun, hanya beberapa daerah saja yang cakupan Imunisasinya sudah mencapai 80 persen. Apalagi, Provinsi Aceh termasuk jumlah kasus Difteri yang cukup banyak di Indonesia mencapai 93 kasus dan empat orang meninggal selama Tahun 2017.

Dari jumlah itu, sekitar 95 persen pasien tak melakukan imunisasi dan 5 persennya diberikan imunisasi tapi tak lengkap.

Direktur Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), dr. Fachrul Jamal tak menampik bahwa anggapan masyarakat terhadap vaksin Imunisasi, masih banyak yang mengira itu haram karena mengandung enzim babi dan bisa membuat anak kejang-kejang.

Kemudian, kata dia, anggapan lain bahwa imunisasi itu mahal dan masih ada juga ketakutan lain dari pihak keluarga jika anaknya sampai di imunisasi.

“Ini yang menghambat masyarakat tidak mau melakukan Imunisasi. Padahal anggapan itu tidak benar, imunisasi itu halal,” katanya usai melakukan sosialisasi internal terkait wabah Difteri, di RSUZA Banda Aceh, Rabu (13/12).

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali menyebutkan, pihaknya tidak mempersoalkan vaksin pada imunisasi bisa digunakan oleh masyarakat. Namun, menurut Tgk Faisal, yang jadi masalah ialah pengunaan vaksin polio tetes.

“Tidak ada masalah (Imunisasi). Vaksin yang ada masalah dengan najis adalah vaksin polio tetes itu,” katanya.

Dengan begitu, lanjut dia, jika masyarakat tidak mau menggunakan vaksin polio tetes bisa beralih ke cara yang di suntik. “Vaksin yang disuntik tidak ada kaitannya dengan najis,” sebutnya.

Ia juga mengharapkan agar Dinas Kesehatan Aceh bisa menggandeng ulama Aceh untuk mensosialisasikan vaksin tersebut. Agar masyarakat tidak mengira semua vaksin itu haram/najis.

Diketahui, wabah Difteri sudah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di Aceh. Sekitar 93 kasus dalam Tahun 2017 dan 4 orang meninggal dan 6 lainnya tengah dirawat di RSUZA. [Randi]

Related posts