Atasi permasalahan di Aceh, Ketua DPRK: Pola pikir dan komunikasi harus diubah

Atasi permasalahan di Aceh, Ketua DPRK: Pola pikir dan komunikasi harus diubah
Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Unsyiah, Nur Anisah (kiri) dan Ketua DPRK Banda Aceh, Arief Fadillah (kanan) pada kuliah umum bertemakan Komunikasi Politik dan Kesinambungan Pembangunan Aceh di Aula FISIP Unsyiah, Kamis (21/12). (Khalis Fajri)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar kuliah umum bertemakan Komunikasi Politik dan Kesinambungan Pembangunan Aceh di Aula FISIP Unsyiah, Kamis (21/12). Ketua DPRK Banda Aceh, Arief Fadillah diundang sebagai pemateri.

Kuliah umum yang dimoderatori oleh Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Unsyiah, Nur Anisah dihadiri oleh puluhan mahasiswa.

Dalam paparannya, Arief Fadillah mencontohkan permasalahan di Aceh, yakni pengangguran yang makin banyak. Kemudian masyarakat di Aceh masih menjadikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai pilihan utama dalam pekerjaan.

Maka cara yang dapat dilakukan adalah merubah pola pikir para pengambil kebijakan, serta mental masyarakat. Jika hal tersebut bisa dilakukan, Aceh bisa menjadi daerah yang terbuka sehingga orang luar dapat berinvestasi dan pengangguran berkurang.

“Ini tidak, ada orang luar ingin berinvestasi di Aceh malah dihalau. Alat berat untuk menampung tenaga pekerja dirusak. Itu belom lagi teror dan sebagainya,” jelas Arief.

Ketua DPRK Banda Aceh, Arief Fadillah. (Khalis Fajri)

“Kalau ekonomi di Aceh bisa lebih baik, pasti masyarakat tidak menjadikan PNS sebagai pilihan utama. Jadi reformasi perubahan pola pikir sangat penting,” sambung politisi Partai Demokrat tersebut.

Arief juga memandang bahwa komunikasi politik antara negosiator Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Pusat masih dinilai lemah, contohnya pengelolaan migas dan lambang Bendera Bintang Bulan yang masih terkatung-katung.

“Saya menilai komunikasi politik para negosiator ke Pemerintah Pusat masih lemah. Bagaimana mungkin bisa menjadi negosiator yang baik jika berkomunikasinya bentak-bentak orang. Gaya komunikasi seperti itu tidak perlu, sebab kita sebagai pemohon,” jelas Arief.

Seharusnya, kata Arief, Pemerintah Aceh mengajak para akademisi yang ahli dalam bernegosiasi dan para tokoh yang dinilai mumpuni untuk diutus sebagai negosiator ke Pemerintah Pusat.

“Jika negosiasi dialihkan kepada orang yang lebih terdidik dan menguasai jalur komunikasi pasti tidak akan lama. Memang juga harus dapat dukungan dari para pelaku politik di Aceh,” imbuhnya.

Maka untuk mengatasi berbagai permasalahan di Aceh, Arief menegaskan pola pikir para pemimpin atau pengambil kebijakan harus diubah ke arah yang lebih luas, begitu juga dengan komunikasinya. Sehingga nantinya segala permasalahan di berbagai sektor dapat teratasi.

“Saya harapkan kepada mahasiswa untuk lebih kritis dalam membaca perkembangan Aceh ke depan,” pesannya.

Sementara itu, Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Unsyiah, Nur Anisah menjelaskan, sebagai komunikator yang baik harus mengenal siapa dirinya, lawan bicara, cara menyampaikan, kapan menggunakan media, dan efek dari pembicaraan itu.

“Komunikator harus sadar bahwa dia sejajar dengan lawan bicaranya. Kemjdian harus memahami lawan bicara,” sebut Nur.

Lanjutnya, dalam konteks politik, tentu ada kesepakatan. Jadi sebagai komunikator harus tahu kapan waktu maju, mundur. Selanjutnya, seseorang juga harus mampu menggunakan media, baik media massa, media sosial, dengan cerdas.

Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Unsyiah, Rahmat Saleh mengatakan kuliah umum tersebut bertujuan agar mahasiswa dapat memahami kondisi nyata tentang komunikasi politik dengan kesinambungan pembangunan di Aceh.

“Apalagi komunikasi politik ini dikaitkan dengan kesinambungan pembangunan Aceh, tentu menarik. Kita bisa melihat masalah-masalah pembangunan dari perspektif komunikasi politik,” ujarnya.

Rahmat mengungkapkan, dipilihnya Arief Fadillah sebagai pemateri adalah karena mempunyai background ilmu komunikasi dan salah satu orang pengambil kebijakan pembangunan di Banda Aceh.

“Pak Arief merupakan Ketua DPRK Banda Aceh, beliau termasuk pengambil kebijakan pembangunan di Banda Aceh. Ini relevan,” katanya. [Aidil Saputra]

Related posts