Hutan Aceh yang masih bersahabat dengan kerusakan

Banjir bandang di Agara, Gubernur Aceh: Hentikan illegal logging
Ilustrasi - kerusakan hutan akibat ilegal logging. (maryknollogc.org)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kerusakan hutan di Provinsi Aceh masih terjadi. Perambahan hutan untuk dijadikan kebun dan pembalakan liar adalah dua aktivitas ilegal yang harus terus diwaspadai.

Berdasarkan data Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HaKA) kerusakan hutan periode 2016 – 2017 sebesar 17.333 hektar. Jika dibandingkan kondisi dua tahun sebelumnya yang mencapai 21 ribu hektar, kerusakan kali ini menurun.

Tiga besar kabupaten dengan tingkat kerusakan hutan terbesar adalah Aceh Utara(2.348 hektar), Aceh Tengah (1.928 hektar), dan Aceh Selatan (1.850 hektar). “Temuan 2017 bisa menjawab kenapa Aceh Utara menderita banjir beberapa waktu lalu. Periode 2015 – 2016, Aceh Utara juga menjadi kabupaten kedua tertinggi kerusakan hutannya,” terang Agung Dwinurcahya, Manager Geographic Information System (GIS) HaKA seperti dikutip dari Mongabay.co.id, Rabu (17/1).

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Aceh yang menjadi fokus kerja HAKA, sambung Agung, juga mengalami kerusakan. Angka deforestasinya pada 2017 mencapai 6.875 hektar. Kabupaten tertinggi deforestasinya adalah Aceh Selatan (1.847 hektar), disusul Aceh Timur (1.222 hektar), dan Nagan Raya (946 hektar). Tahun 2017 merupakan periode terendah deforestasi di KEL.

“Tahun 2016 kerusakan mencapai 10.351 hektar, bahkan di 2015 mencapai 13.700 hektar. KEL yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) harus dijaga dan dikelola dengan mengedepankan konsep perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari,” jelasnya.

Berdasarkan data ground checking atau monitoring lapangan yang dilakukan Forum Konservasi Leuser (FKL) di 12 Kabupaten/Kota yang masuk dalam KEL, pada 2017 ditemukan 1.528 kasus pembalakan liar. Volume kayunya mencapai 7.421,3 meter kubik.

“Volume kayunya meningkat jika dibandingkan tahun 2016 yaitu 3.665 meter kubik,” terang Ibnu Hasyim, Manager Database FKL.

Ibnu Hasyim mengatakan, berdasar hasil temuan lapangan tim FKL di 2017, Kabupaten Aceh Tamiang tercatat sebagai wilayah paling banyak aktivitas perambahan hutan untuk lahan perkebunan. Luasnya mencapai 1.347 hektar.

“Total kerusakan hutan KEL yang terdata akibat perambahan seluas 6.648 hektar dengan 1.368 kasus. Di 2017 juga terjadi pembangunan jalan sepanjang 439.4 kilometer,” ungkapnya.

Jaga lingkungan

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menyebutkan, pada 2017 telah terjadi beberapa kali kebakaran. Mulai dari hutan gambut di Aceh Barat, Aceh Jaya, Rawa Tripa di Kabupaten Nagan Raya, hingga di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Aceh Selatan.

“Kebakaran terjadi akibat pembukaan lahan perkebunan ilegal. Tidak terlihat adanya penegakkan hukum untuk kejahatan lingkungan ini.”

Muhammad Nur mengatakan, kegiatan pembangunan dalam kawasan hutan yang tidakberspektiflingkungan juga memperparah kerusakan hutan di Aceh. Termasuk, rencana pembangunan beberapa proyek energi seperti PLTA Tampur dan PLTA Kluet.

“Kami memperkirakan jika proyek ini dilanjutkan, termasuk pembangunan jalan yang membelah hutan, kerusakan hutan di tahun-tahun mendatang akan terus bertambah.”

Akibat kerusakan hutan yang terus terjadi, bencana juga mengikuti dengan kerugian yang besar. “Banjir dan kekeringan yang sering terjadi. Akibat banjir, kerugian Aceh mencapai Rp219,6 miliar sementara akibat kekeringan gagal panen terjadi,” ungkapnya.

Gubernur Aceh dalam pertemuan dengan Bupati Gayo Lues dan Nagan Raya serta pimpinan daerah lainnya terus mengingatkan untuk menjaga hutan. “Aceh harus menjaga hutan dan lingkungannya bukan karena permintaan pihak asing atau lembaga donor. Tapi, karena kebutuhannya sendiri,” sebut Irwandi Yusuf.

Irwandi berpendapat, menjaga hutan sangat penting dilakukan karena topografi Aceh yang ekstrim, sehingga rentan dengan bencana alam. “Topografi Aceh termasuk Gayo Lues sangat ekstrim, apabila keseimbangan alam terganggu maka bencana alam akan terus terjadi.”

Untuk menjaga hutan Ekosistem Leuser, Gubernur Aceh juga mengaku telah membatalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal di zona inti Leuser, atau di Kappi oleh PT. Hitay Panas Energy. “Saya telah batalkan proyek panas bumi di zona inti Leuser, sementara perusahaan tersebut telah saya minta membangun proyek panas bumi di Gunung Geureudong,” sebutnya.

Gunung Geureudong merupakan gunung yang terletak di antara Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Kabupaten Aceh Utara yang berdekatan dengan Burni Telong, yang juga memiliki potensi panas bumi. Potensi panas bumi di Gunung Geureudong diperkirakan mencapai 110 megawatt. [Junaidi Hanafiah – Mongabay]

Related posts