Kanji Rumbi dan semangat menjaga tradisi bulan ramadhan

Kanji Rumbi. (Dani Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Hampir setiap bulan Ramadhan, di masjid Alfurqan Beurawe, Banda Aceh selalu ramai usai shalat Ashar. Warga mengantri rapi dengan membawa mangkuk kecil sebagai wadah untuk mengambil makanan khas Ramadhan di tempat itu.

Dua belanga besar yang berisikan Kanji Rumbi selalu masak tepat waktu, yaitu sebelum memasuki shalat Ashar. Menu makanan ini memang sengaja dimasak oleh panitia masjid untuk dibagikan ke masyarakat dengan gratis. Sementara, satu belanga di khususkan bagi mereka yang ingin berbuka puasa di Masjid itu.

Sekilas tampilannya mirip bubur ayam. Ia memiliki tekstur lembut dan sama-sama diolah dari beras. Namun, menu makanan ini bukan bubur ayam. Melainkan kanji rumbi, yang hanya dibuat dan disajikan saat Ramadan.

Bubur itu diracik bersama rempah-rempah. Maka itu, selain rasanya lezat, konon punya khasiat untuk kesehatan. Ada pun bahan dasar kanji rumbi ini antara lain, beras, wortel, daun sop, daging atau udang. Sementara bumbunya khusus yang diracik dari lada, lengkuas, dan bahan lainnya.

Sang koki Kanji Rumbi, Budi Dharma mengatakan, untuk menambah cita rasa, ia memasukkan daging atau udang yang dipotong kecil-kecil. Semua bahan itu diaduk hingga rata. Hingga menimbulkan aroma rempah-rempah yang khas dan terasa.

“Sedangkan olahan bumbunya kita buat sendiri, ada juga yang kita buat khusus,” sebutnya kepada wartawan di Masjid Alfurqan Beurawe, Banda Aceh beberapa waktu lalu.

Di Banda Aceh, beberapa masjid masih menyediakan kanji rumbi untuk masyarakat berbuka puasa. Namun, di Masjid Alfurqan sudah menjadi tradisi turun temurun.

“Ini sudah tradisi jika memasuki bulan Ramadhan kita ada masak kanji rumbi dan dibagikan ke masyrakat sekitar,” kata Abdul Wahab sebagai Tuha Peut Desa Beurawe yang juga panitia pelaksana Kanji Rumbi.

Setiap hari ada dua belanga besar yang di masak sesudah menunaikan shalat Dzuhur. Bubur Kanji tersebut selalu diaduk selama tiga jam agar matangnya bisa merata.

Abdul Wahab mengatakan, untuk satu belanga pihak panitia menghabiskan dana sebesar Rp 700 ribu. Setiap hari mereka memasaknya dua belanga dengan total Rp 1,4 juta. Untuk 30 hari dibutuhkan dana Rp 42 juta dalam kegiatan itu.

Soal pendanaan, semua masyarakat mendukung akan tradisi itu. Mereka tak keberatan untuk menyumbang. Intinya, kata Abdul, bagaimana warga bisa melestarikan tradisi yang sudah dilakukan sejak zaman dulu. “Ini juga menpererat dan menjaga silaturahmi antar warga,” ucapnya.

Pantauan kanalaceh.com, sebelum memasuki shalat Ashar, warga berbondong-bondong datang ke belakang masjid Alfurqan, tempat dimana kanji rumba dimasak. Umumnya, mereka membawa mangkuk sebagai tempat kanji rumba yang akan di bawa pulang untuk menu berbuka puasa. [Randi]

Related posts