Bertemu DPRA, CMI diminta evaluasi perdamaian di Aceh

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Penasihat Crisis Management Initiative (CMI) Jaakko Oksanen dan Minna Kukkonen Karlende, berkunjung ke Aceh guna melihat sejauh mana perkembangan paskah perdamaian di Aceh yang telah berlangsung selama 13 tahun.

Jaakko yang merupakan seorang mantan wakil Aceh Monitoring Mission (AMM) yang terlibat langsung dalam proses perdamaian antara Aceh dan Indonesia, mengaku senang melihat perkembangan yang terjadi di Aceh.

Namun, ia juga mendapat masukan soal pengawalan perdamaian dari anggota DPR Aceh. Salah satunya dari Ketua DPR Aceh, Tgk Muharuddin yang meminta CMI untuk lebih berperan aktif mengawal perdamaian. Kata dia, masih banyak yang belum direalisasikan oleh Pemerintah Pusat terkait butir-butir MoU Helsinki.

“Banyak persoalan -persoalan MoU Helsinki yang belum terealisasi, kita hanya menuntut kewenangan kita kepada pusat. Harusnya ini juga mendapat perhatian dari CMI,” sebutnya saat menggelar pertemuan dengan penasehat CMI di ruang kerjanya, Kamis 18 Oktober 2018.

Seperti misalnya qanun tentang lambang dan bendera Aceh yang sudah di paripurnakan, tapi belum dapat persetujuan oleh negara. Karena dianggap sebagai lambang separatis. Kemudian, tanah dua hektare bagi eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tapal batas wilayah dan sejumlah poin lainnya yang termaktub dalam MoU Helsinki.

“Kami berharap, CMI bisa membangun komunikasi dengan pusat dan membicarakan persoalan yang di hadapi Aceh,” katanya.

CMI selaku lembaga yang berperan aktif dalam proses perdamaian di Aceh, kata Tgk Muharuddin harusnya bisa mengambil peran disini, sehingga poin-poin yang belum terealisasi bisa diimplementasikan sebelum Pilpres 2019.

“CMI harus mengevaluasi paskah perdamaian di Aceh, jika tidak kami khawatir terjadi gejolak di Aceh. Kondisi rentan ini juga harus kita waspadai tapi kita tidak ingin terulang kembali,” sebutnya.

Mendapat masukan yang begitu banyak, Jaakko Oksanen mengatakan akan memikirkan hal itu dan segera menyampaikan ke Ketua CMI, Martti Ahtisaari.

Kedatangan pihaknya juga sejalan dengan apa yang disampaikan oleh anggota Dewan Aceh itu. Mengumpulkan persoalan yang tengah dihadapi oleh Aceh paskah damai.

Namun, CMI tidak memiliki kapasitas untuk mengikuti proses damai di Aceh sampai selesai. Ia percaya, cepat atau lambat itu akan tercapai jika setiap persoalan selalu dibicarakan dan diperjuangkan secara politik dan legal.

“Parlemen yang paling penting punya peran. Pihak ketiga tidak bisa membuat ini sampai akhir. Hanya bisa sebagai partner diskusi,” sebutnya. [Randi]

Related posts