Walhi Bantah Plt Gubernur yang Menyebut Sawit Tak Merusak Lingkungan

Puluhan hektar tanaman sawit di Leuser dihancurkan
Ilustrasi. (mongabay)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh membantah pernyataan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang menyebut sawit tidak merusak lingkungan.

Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur,  mengatakan pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan fakta di lapangan yang ditemukan oleh pihaknya.

Sebahagian besar perkebunan kelapa sawit masih dikuasai oleh perusahaan, hanya sebahagian kecil milik masyarakat. Selama ini masyarakat lebih banyak menjadi buruh di perkebunan-perkebunan kelapa sawit milik perusahaan.

Secara penguasaan lahan, komoditas kelapa sawit menduduki peringkat pertama dalam sektor perkebunan di Aceh mencapai 39,43%. Dibandingkan dengan komoditas karet 15,29%, kopi 12,28%, kelapa 10,34%, kakou 10,34%, kemudian 7,04% untuk komoditas pala, kemiri, cengkeh, dan tebu.

Walhi Aceh mencatat, penguasaan ruang kawasan untuk sektor perkebunan mencapai 1.195.528 ha, terdiri dari perkebunan besar 385.435 ha dan perkebunan rakyat 810.093 ha.

Dari jumlah tersebut, Kabupaten Nagan Raya menempati urutan pertama penguasaan lahan untuk perkebunan seluas 82.252 ha (20,91%), kemudian disusul Kabupaten Aceh Timur 60.592 ha (15,41%), dan Kabupaten Aceh Singkil 55.441 ha (14,10%).

Muhammad Nur menambahkan, kehadiran perkebunan kelapa sawit di Aceh menjadi ancaman bagi masyarakat yang berada disekitar HGU milik perusahaan.

Kasus yang kerap kali terjadi adalah konflik lahan masyarakat dengan perusahaan. Selain itu juga terganggunya keseimbangan ekosistem yang berdampak buruk bagi kestabilan lingkungan sekitar.

Pembukaan lahan dengan cara membakar masih sering dilakukan sehingga menimbulkan dampak yang serius bagi pencemaran lingkungan. Tidak hanya itu, terganggunya koridor satwa memicu terjadinya peningkatan konflik satwa di tengah masyarakat.

Dalam rentan waktu lima tahun terakhir, Walhi Aceh mendapatkan sejumlah permasalahan terkait perkebunan kelapa sawit di Aceh, seperti sengketa lahan masyarakat dengan HGU perkebunan kelapa sawit, yang sampai hari ini belum kunjung selesai.

Kemudian telah berdampak serius terhadap hilangnya wilayah kelola rakyat di Aceh, sebagaimana yang terjadi antara masyarakat Trumon Timur dengan PT. Asdal Prima Lestari di Aceh Selatan, dan beberapa kasus lainnya di Abdya, Bireuen, Aceh Tamiang, Nagan Raya, dan Aceh Barat.

“Dampak yang dirasakan masyarakat tidak hanya hilang wilayah kelola, juga terjadi ancaman dan intimidasi terhadap warga yang mencoba memperjuangkan haknya, bahkan berujung pada tuntutan hukum,” sebutnya.

Sebelumnya, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menegaskan tidak ada perkebunan kelapa sawit di Provinsi Aceh yang merusak lingkungan.

Dirinya menyesalkan adanya informasi negatif yang selama ini beredar di negara luar, terkait kondisi perkebunan sawit di Aceh.

Nova menambahkan, isu sawit yang merusak lingkungan membuat harga sawit milik petani di Aceh anjlok saat dijual ke Eropa.

“Tidak mungkin masyarakat Aceh merusak lingkungan, kalau perusakan lingkungan dilakukan, maka minyak kelapa sawit petani Aceh tidak akan dibeli oleh negara luar,” kata Nova Iriansyah.

Menurut Nova, isu kerusakan lingkungan akibat sawit hanya fitnah belaka. Dampak yang dilancarkan pihak tertentu terhadap komoditas kelapa sawit di Aceh, juga telah berimbas pada turunnya harga jual minyak kelapa sawit (CPO) milik petani yang ada di daerah ini.

“Sawit di Aceh ditolak oleh negara luar termasuk di kawasan negara Uni Eropa,” kata Nova.

Ia meyakini rendahnya harga jual minyak kelapa sawit milik masyarakat terjadi akibat fitnah soal lingkungan. [Randi]

Related posts