Telaga Art Sukses Hidupkan Seni Pertunjukan Lewat Teater Panggung Monolog 1/3

Seni pertunjukan yang bertajuk 'Panggung Monolog 1/3' yang digelar Telaga Art di Taman Budaya, Senin, 3 Oktober 2022. (Dok. Telaga Art)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Lembaga seni yang konsen pada seni pertunjukan di Banda Aceh, Telaga Art sukses menggelar teater bertajuk ‘Panggung Monolog 1/3’ yang digelar di Taman Seni dan Budaya Aceh, pada Senin malam 3 Oktober 2022.

Program manajer Telaga Art, Mirja Irwansyah mengatakan, konsep produksi dan rentetatn kegiatan Panggung Monolog 1/3, diawali oleh pertunjukan monolog dari Tasya, disutradarai Mustafa kamal.

Monolog pertama berdurasi sekitar 30 menit mengambil seting masyarakat perkotaan di Jawa. Simbul ini jelas tampak dari panggilan Mas terhadap suaminya. Kisah yang dibawakan berupa sekelumit prahara rumah tangga yang dialami oleh sang istri, yang begitu setia menghadapi suaminya yang pemalas, pemabuk  dan suka selingkuh.

Baca: Telaga Art Wadahi Pelaku Seni dalam Aksi Teater Monolog di Taman Budaya Aceh

Bagaimana seorang istri diuji kesetiaannya dalam mengehadapi suaminya dan teguh  mempertahankan rumah tangga mereka. Lalu jeda untuk pertunjukan monolog kedua yang dimainkan oleh Isma dengan Sutradara Dendi Swarandanu diisi dengan pertunjukan hikayat Aceh oleh Fuadi kelayu, yang membuat penonton tertawa dengan sentilan-sentilah khas Fuadi sambil memainkan harmonica.

“Tampak diatas panggung setting rumah Aceh dengan tangga dan tumpukan kayu serta dapur yang menggambarkan masyarakat pedesaan. Pertunjukan berjalan lancar. Konsep garapannya sedikit berbeda dengan monolog pertama. Nyanyian dan humor membuat monolog ini sedikit mencairkan suasana,” kata Mirza dalam keterangannya.

Pertunjukan monolog ketiga oleh Rifqah yang disutradarai Muhammad Kadafi mengambil setting seperti apartemen dan memainkan karakter ODGJ dalam bentuk komedi.

Koordinator Telaga Art, T Zulfajri menjelaskan bahwa lembaga Seni Telaga Art sebagai sebuah wadah yang menfasilitasi ruang produksi kepada pelaku teater di Aceh.

“Begitu juga dengan konsep produksi yang bertajuk “panggung monolog 1/3” yang merupakan sebuah ajang uji aktor dan sutradara dalam menginterpretasikan sebuah naskah berjudul Sebelum Sarapan karya Eugene O’neill kedalam konsep penggarapan yang berbeda satu sama lain,” ucapnya.

Menurutnya, perhelatan ini sesungguhnya hanya menciptakan peristiwa teater kembali setelah sekian lama dunia pertunjukan tiarap. Diharapkan masyarakat dan semua pihak dapat mendukung dan bergandengan tangan dalam memajukan seni pertunjukan di Aceh sebagai upaya pelestrarian budaya yang selama ini terus digaungi oleh banyak pihak.

Related posts